rss
twitter

Menkes Tetapkan 20 Desember Sebagai Hari Tuna Grahita

0

posted by | Posted in | Posted on

sumber : detik.com


Jakarta - Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih menetapkan tanggal 20 Desember sebagai Hari Kepedulian Tuna Grahita. Penetapan tersebut agar masyarakat lebih peduli kepada penderita Tuna Grahita.

"Hari ini kita ingin mendeklarasikan pada tanggal 20 Desember kita nyatakan sebagai Hari Kepedulian Tuna Grahita," ujar Menkes saat sambutan di acara Gerakan Tuna Grahita di SLB Tuna Grahita Yayasan Asih Budi Satu, Jl Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (20/12/2009).

Tuna Grahita adalah gangguan intelejensi yang menyebabkan penurunan fungsi kecerdasan otak terhadap seseorang. "Ini menyebabkan terjadi masalah psiko-sosial terhadap penderita yang dialaminya sehari-hari. Berdasarkan data tahun 2006-2007 ditemukan 80 ribu lebih penderita Tuna Grahita di Indoensia," jelas Endang.

Endang menjelaskan, penderita Tuna Grahita merupakan bagian dari program kesehatan Depkes. Penderita Tuna Grahita yang tidak mampu akan mendapatkan program-program khusus dari Jamkesmas.

"Program Jamkesmas itu untuk penghuni panti panti akan tetapi banyak juga penderita yang berada di luar panti dan nantinya kita akan memberikan kartu Jamkesmas agar semuanya tercover," terangnya.

Endang mengatakan, Depkes telah berupaya agar penderita Tuna Grahita bisa hidup normal seperti biasa. Untuk itu, Depkes telah menyiapkan program pelatihan khusus penderita Tuna Grahita.

"Dari efek penanggulangan, Depkes mempunyai pusat intelejensia yang akan mempersiapkan rehabilitasi kognitif bagi penderita agar dapat hidup lebih produktif," imbuhnya.

Sementara, pantauan detikcom di lokasi, acara Gerakan Tuna Grahita dihadiri sejumlah penderita dengan usia antara 4 hingga 18 tahun serta didampingi orang tuanya. Acara tersebut diisi dengan gerak jalan, pentas seni dll. (ape/ape)

Penghuni Lapas/Rutan, Panti Sosial dan Korban Bencana Dilayani Program Jamkesmas

0

posted by | Posted in , , | Posted on

sumber : depkes.go.id

Program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin (Jamkesmas) tetap dilanjutkan. Bahkan kepesertaannya selain masyarakat miskin dan tidak mampu yang sudah masuk dalam program Jamkesmas diperluas dengan masyarakat miskin penghuni Panti Sosial, masyarakat miskin penghuni Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara serta masyarakat miskin korban bencana.

Keputusan perluasan kepesertaan Jamkesmas dituangkan dalam KEPMENKES No. 1185/Menkes/SK/XII/2009 tentang Peningkatan Kepesertaan Jamkesmas bagi Panti Sosial, Penghuni Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara Serta Korban Bencana.

Untuk merealisasikan itu, di Jakarta hari ini (17/12/2009) bertempat di Lapas Cipinang, ditandatangani Kesepakatan Bersama antara Menteri Kesehatan dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH dengan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, SH, Menteri Dalam Negeri diwakili Siti Nubaya Sesjen Depdagri, dan Menteri Sosial diwakili Makmur Sunusi Dirjen Pelayanan Rehabilitasi Sosial.

Menkes dalam sambutannya mengatakan, masyarakat miskin penghuni Panti Sosial dan penghuni Lapas serta Rutan perlu dijamin dalam program Jamkesmas, karena selama ini tidak terdata sebagai masyarakat miskin oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota sebagai peserta Jamkesmas. Sementara di saat terjadi bencana menyebabkan sebagian masyarakat di lokasi bencana menjadi jatuh miskin. Untuk itu, Pemerintah sesuai amanat UUD 1945 bertanggung jawab atas pembiayaan dan pelayanan kesehatan kelompok masyarakat ini.

Menurut Menkes, jumlah dan nama peserta Jamkesmas dari Panti Sosial ditetapkan melalui Keputusan Dinas Sosial Kabupaten/ Kota setempat. Jumlah dan nama peserta Jamkesmas akibat bencana paska tanggap darurat ditetapkan melalui SK Bupati/ Walikota. Sedangkan untuk masayarakat miskin penghuni Lapas dan Rutan, penetapannya oleh Kepala Lapas/Rutan. Sementara Kartu Jamkesmas belum diterima, pelayanan kesehatan sudah dapat diperoleh dengan mekanisme penerbitan rekomendasi dari Kepala Panti Sosial, Kepala Lapas dan Rutan.

Dalam kesepakatan ini, tugas dan tanggung jawab Menteri Kesehatan adalah menjamin pelayanan kesehatan dan pendanaan bagi maskin akibat bencana, maskin penghuni panti sosial dan maskin penghuni Lapas dan Rutan. Menetapkan petunjuk teknis pelayanan Jamkesmas bagi maskin akibat bencana, bersama Menteri Dalam Negeri. Menetapkan petunjuk teknis pelayanan Jamkesmas bagi maskin penghuni panti sosial, bersama Menteri Sosial. Menetapkan petunjuk teknis pelayanan Jamkesmas bagi maskin penghuni Lapas dan Rutan, bersama Menteri Hukum dan HAM .

Tugas dan tanggung jawab Menteri Dalam Negeri adalah menginstruksikan kepada Bupati / Walikota untuk mendata dan menetapkan maskin akibat bencana paska tanggap darurat. Menyusun petunjuk teknis pelayanan Jamkesmas bagi maskin akibat bencana. Selain itu, melakukan pembinaan, pemantauan, pengawasan dan penilaian pelaksanaan program.

Sedangkan Menteri Sosial bertugas dan bertanggung jawab untuk menginstruksikan Kepala Dinas Sosial Kabupaten/ Kota untuk mendata dan menetapkan maskin penghuni Panti Sosial, penghuni panti sosial, bersama Menteri Kesehatan. Menyusun petunjuk teknis pelayanan Jamkesmas bagi maskin penghuni panti sosial. Selain itu, melakukan pembinaan, pemantauan, pengawasan dan penilaian pelaksanaan program.

Adapun tugas dan tanggung jawab Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah menyususn petunjuk teknis pelayanan Jamkesmas bagi maskin penghuni Lapas dan Rutan. Melakukan pembinaan, pemantauan, pengawasan dan penilaian pelaksanaan program di Lapas dan Rutan. Serta, menjamin keamanan peserta Jamkesmas Lapas dan Rutan selama mendapatkan pelayanan kesehatan dalam program Jamkesmas di luar lingkungan Lapas dan Rutan.

Rokok Membunuh Lima Juta Orang Setiap Tahun

0

posted by | Posted in | Posted on

sumber : depkes.go.id

Tembakau/rokok membunuh separuh dari masa hidup perokok dan separuh perokok mati pada usia 35 – 69 tahun. Data epidemi tembakau di dunia menjunjukkan tembakau membunuh lebih dari lima juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini berlanjut terus, pada tahun 2020 diperkirakan terjadi sepuluh juta kematian dengan 70 persen terjadi di negara sedang berkembang.

Hal itu dikatakan Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, dalam sambutan yang dibacakan Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, Dirjen P2PL Depkes ketika membuka Temu Karya Peringatan Kesehatan akan Bahaya Rokok di Jakarta tanggal 12 Desember 2009.

Menurut Menkes, tingginya populasi dan konsumsi rokok menempatkan Indonesia menduduki urutan ke-5 konsumsi tembakau tertinggi di dunia setelah China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang dengan perkiraan konsumsi 220 milyar batang pada tahun 2005.

Padahal rokok/tembakau dapat menyebabkan berbagai penyakit tidak menular seperti jantung dan gangguan pembuluh darah, stroke, kanker paru, dan kanker mulut. Di samping itu, rokok juga menyebabkan penurunan kesuburan, peningkatan insidens hamil diluar kandungan, pertumbuhan janin (fisik dan IQ) yang melambat, kejang pada kehamilan, gangguan imunitas bayi dan peningkatan kematian perinatal.

Rokok mengandung lebih dari empat ribu bahan kimia, termasuk 43 bahan penyebab kanker yang telah diketahui, sehingga lingkungan yang terpapar dengan asap tembakau juga dapat menyebabkan bahaya kesehatan yang serius, ujar Menkes.

Di masa mendatang masalah kesehatan akibat rokok di Indonesia semakin berat karena 2 diantara 3 orang laki-laki adalah perokok aktif. Lebih bahaya lagi karena 85,4% perokok aktif merokok dalam rumah bersama anggota keluarga sehingga mengancam keselamatan kesehatan lingkungan. Selain itu, 50 persen orang Indonesia kurang aktivitas fisik dan 4,6 persen mengkonsumsi alkohol, kata Menkes.

Lebih 43 juta anak Indonesia serumah dengan perokok dan terpapar asap tembakau. Padahal anak-anak yang terpapar asap tembakau dapat mengalami pertumbuhan paru yang lambat, lebih mudah terkena bronkitis dan infeksi saluran pernapasan dan telinga serta asma. ”Kesehatan yang buruk di usia dini menyebabkan kesehatan yang buruk di saat dewasa”, imbuh Menkes.

Dengan mengutip data The Global Youth Survey Tahun 2006, Menkes menambahkan, 6 dari 10 pelajar (64,2%) yang disurvei terpapar asap rokok selama mereka di rumah. Lebih dari sepertiga (37,3%) merokok, bahkan 3 diantara 10 pelajar atau 30,9% pertama kali merokok pada umur dibawah 10 tahun.

Menurut Menkes meningkatnya jumlah perokok di kalangan anak-anak dan kaum muda Indonesia karena dipengaruhi iklan rokok, promosi dan sponsor rokok yang sangat gencar.

Konsumsi rokok menimbulkan kerugian langsung bagi perokok dan keluarganya, terlebih bagi keluarga miskin. Rata-rata pengeluaran keluarga miskin untuk konsumsi rokok cukup besar. Alih-alih untuk perbaikan gizi keluarga dan pendidikan anak, justru pendapatan yang terbatas dibelanjakan untuk rokok, ujar Menkes.

Padahal dengan mengurangi konsumsi rokok di kalangan keluarga miskin, maka subsidi pemerintah untuk pelayanan kesehatan yang menderita penyakit-penyakit akibat rokok dapat dikurangi, ujar Menkes.

Pada kesempatan itu Menkes mengajak dan menghimbau seluruh komponen bangsa untuk bersama-sama melindungi generasi muda dari bahaya asap rokok. ”Marilah kita ciptakan lingkungan yang bersih dan bebas asap rokok, sehingga generasi muda kita dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang utuh, berkualitas dan siap membangun negara kita”, imbuh Menkes.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, secara jelas menyatakan pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif ( yang meliputi tembakau & produk yang mengandung tembakau ) harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan. Dalam UU itu juga mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok guna melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok.

Temu karya diikuti sekitar 600 orang dari berbagai unsur yaitu Depdiknas, Depkes, PGRI, mahasiswa Universitas Negeri dan Swasta dan BEM se Jabodetabek, Siswa SMA dan SMK beserta para guru, organisasi keagamaan, organisasi internasional, LSM pemerhati masalah tembakau dan media massa.

Tujuan pertemuan adalah untuk meningkatkan keterlibatan tokoh masyarakat, media massa, para petugas kesehatan, para pendidik dan generasi muda untuk bersama-sama melindungi masyarakat dari bahaya rokok.

Senam Bagian Dari Gaya Hidup dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

0

posted by | Posted in | Posted on

sumber : depkes.go.id

Dengan aktifitas fisik dan olahraga teratur, kita akan memperoleh beberapa manfaat, yaitu, pertama, tubuh jadi lebih sehat dan tidak mudah sakit. Kedua, aktifitas sehari-hari jadi lebih lancar dan penampilan jadi lebih menarik. Ketiga, lebih produktif. Keempat, terhindar dari berbagai penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, stroke, diabetes mellitus, paru kronis, dan osteoporosis atau keropos tulang. Karena itu aktifitas fisik berupa senam harus dijadikan bagian dari gaya hidup dan perilaku hidup bersih dan sehat.

Hal itu disampaikan Sesjen Depkes dalam sambutannya yang dibacakan dr. Ratna Rosita Suryo Subandoro, MPHM Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi saat meresmikan Gerakan Sehat Indonesiaku atau dikenal dengan Senam Enerobic, di Gelora Bung Karno, (13/12, 2009) dihadiri kurang lebih 5.000 peserta.

Dengan melakukan senam Enerobic, perlahan lahan masyarakat akan merasa lebih sehat karena asupan oksigen dalam darah menjadi lebih banyak dan teratur disertai dengan makan makanan bergizi seimbang, yaitu tinggi serat dan rendah lemak; melakukan aktifitas fisik 30 menit setiap hari, dan tidak merokok dapat membantu proses penguatan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan kualitas bangsa, ungkap Sesjen.

Senam bersama diselenggarakan Depkes bekerja sama dengan PT Darya Varia dalam rangkaian peringatan HKN ke-45 dengan tujuan untuk mengajak masyarakat menghargai kesehatan dan menjaganya. Acara ditandai dengan pelepasan dua buah balon raksasa berisikan pesan moral mengenai pentingnya menjaga kesehatan.

Saat melakukan temu wartawan, dr. Rosita mengatakan, hidup sehat itu murah dan bisa dilakukan oleh semua orang. Upaya-upaya yang dilakukan Depkes difokuskan pada promotif dan preventif, artinya bagaimana kita mengajak masyarakat untuk memulai gaya hidup sehat, lingkungan sehat dan makan makanan yang bergizi seimbang

Sedangkan Charles Robert B. Davis Wakil Presdir PT Darya Varia mengatakan konsistensi untuk mau mempromosikan program-program kesehatan di seluruh Indonesia agar masyarakat semakin menyadari arti kesehatan bagi kehidupan mereka di samping menjaga pola makan sehat, mereka pun senantiasa aktif berolahraga agar kesehatan terjaga, sehingga dapat tetap produktif dalam menjalankan kesibukan sehari hari.

Penyandang Cacat Memiliki Hak Sama Mendapat Pelayanan Kesehatan Bermutu

0

posted by | Posted in

Visi Depkes Tahun 2010-2014, mewujudkan “Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan” mengandung makna bahwa semua orang termasuk penyandang cacat memiliki hak untuk menikmati pelayanan kesehatan dengan mutu yang baik tanpa diskriminasi, dimana salah satu strateginya adalah meningkatkan pelayanan kesehatan merata, terjangkau, bermutu, berkeadilan serta mengutamakan upaya promotif dan preventif.

Hal itu disampaikan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH dalam sambutan saat pembukaan Jalan Sehat Melangkah Untuk Asa “ Walk for Hope “ di Jakarta, (13/12,09) dalam rangka Hari Internasional Penyandang Cacat Tahun 2009 yang diperingati setiap tanggal 3 Desember.

Masalah kecacatan merupakan masalah nasional dan menurut data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007 terdapat sekitar 19,5% penyandang cacat. Sesuai amanat Undang-undang tentang Penyandang Cacat yaitu UU No. 4 Tahun 1997 disebutkan bahwa penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan sama dalam berbagai aspek kehidupan. Termasuk, mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas di semua sarana kesehatan, ungkap Menkes.

Acara ditandai dengan penganugerahan MURI ( Museum Rekor Indonesia ) kepada Yayasan Tuna Daksa, yang telah memberikan 2009 buah Prothesa ( kaki palsu ) kepada para penyandang cacat di seluruh Indonesia. Pemasangan kaki ke-2009 diberikan kepada Ade Hamidah.

Ramesh Mukti selaku Penasehat Umum Yayasan Tuna Daksa berharap kegiatan ini membantu para tuna daksa sehingga dapat hidup lebih percaya diri. Dan sebagai wujud sosialisasi kepada para donator yang ingin membantu sehingga dapat dengan mudah menyalurkan dananya.

Jumlah permohonan Prothesa saat ini mencapai 1000 orang dan sesuai komitmen akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu sebanyak mungkin tuna daksa, kata Ramesh.

Menkes Membuka Sosialisasi UU KIP Dan UU Kesehatan

0

posted by | Posted in

sumber : depkes.go.id

Setiap badan publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses informasi publik kepada masyarakat luas. Dengan membuka akses informasi publik, badan publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Hal itu dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka sebagai upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta terciptanya pemerintahan yang baik (good governance).

Hal itu disampaikan Menkes RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH.Dr.PH ketika membuka Dialog Interaktif Sosialisasi Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) di Jakarta tanggal 14 Desember 2009.

Acara dilanjutkan dengan sosialisasi UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan UU No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Dialog diikuti sekitar 500 peserta terdiri dari pejabat eselon I, II, III, dan IV Depkes RI serta anggota Bakohumas Pusat.

Lingkup badan publik dalam UU No. 14 Tahun 2009 meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif serta penyelenggara lain yang memperoleh dana dari APBN/APBD serta mencakup organisasi non pemerintah baik yang beradab hukum maupun yang tidak, seperti LSM, perkumpulan serta organisasi lain yang mengelola atau menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat dan/ atau luar negeri, tambah Menkes.

Melalui mekanisme keterbukaan ini, menurut Menkes akan tercipta pemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabel yang tinggi sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki.

Menurut Menkes, dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Untuk menjamin semua orang memperoleh informasi, telah disahkan UU KIP, mengingat hak untuk memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Keberadaan UU KIP sangat penting sebagai landasan hukum karena merupakan hak setiap orang. Kedua, badan publik wajib menyediakan dan melayani permintaan informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional dan cara sederhana. Ketiga, ada jenis informasi yang dikecualikan yang tidak boleh diakses. Keempat, kewajiban badan publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan informasi.

Bertindak sebagai pembicara dalam sosialisasi UU No. 14 Tahun 2008 adalah Drs. Fredy H. Tulung, Kepala Badan Informasi Publik Departemen Komunikasi dan Informatika dan Alamsyah Saragih, Ketua Komisi Informasi. Sedangkan dalam sosialisasi UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan UU No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga adalah dr. Sjafii Ahmad, MPH, Sekretaris Jenderal dan Dr. Faiq Bahfen, SH, Inspektur Jenderal Depkes.

Menurut Dr. Faiq Bahfen, SH, prinsip umum dalam UU Kesehatan adalah pelayanan kesehatan adalah hak setiap orang, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, gangguan kesehatan merugikan ekonomi bangsa, peningkatan kesehatan investasi bangsa, regulasi yang ada sudah tidak sesuai dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum.

Sementara itu menurut dr. Sjafii Ahmad, MPH, prinsip umum dalam UU RS adalah mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan SDM di rumah sakit, meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan RS dan memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, SDM di RS dan RS sendiri.

Ditambahkan, prinsip umum dalam UU Narkotika, antara lain untuk tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional, sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara sehingga UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi untuk menanggulangi dan memberantas tindak pidana tersebut.

Sedangkan prinsip UU PKPP antara lain, keberhasilan dalam mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk serta keluarga akan memperbaiki segala aspek dan dimensi pembangunan.

Enam Daerah Masih Tunggak Biaya Kesehatan

0

posted by | Posted in | Posted on

sumber : cetak.kompas.com

Bandung, Kompas - Enam kota dan kabupaten di Jawa Barat masih menunggak tagihan biaya pengobatan pasien dari keluarga miskin hingga Desember 2009 pada Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Penyebabnya, belum sinergisnya perhitungan jumlah tunggakan antara RSHS dan pemerintah daerah, minimnya anggaran kesehatan daerah, dan sistem rujukan yang tidak berjalan dengan baik.

"Sementara ini jumlah tunggakannya diperkirakan Rp 25 miliar. Namun, jumlah itu masih perlu diverifikasi menggunakan pembiayaan dengan sistem paket yang ditetapkan Departemen Kesehatan, INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Group)," kata Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Alma Lucyati, Senin (14/12) di Bandung.

INA-DRG adalah sistem pembayaran pelayanan kesehatan dalam bentuk paket. Besarnya ditentukan klasifikasi jenis penyakit, prosedur, atau tindakan pelayanan sesuai dengan tipe rumah sakit dan kelas perawatan.

Alma mencontohkan tunggakan di Kabupaten Bandung yang sebelumnya diklaim Rp 10 miliar. Namun, setelah diverifikasi menggunakan INA-DRG, ternyata tunggakannya hanya Rp 2,5 miliar. Jumlah verifikasi itu adalah jumlah yang harus dibayar oleh Pemerintah Kabupaten Bandung.

"Kelas rumah sakit di Kota Bandung, seperti RSHS, berbeda dengan rumah sakit lain yang ada di daerah. Oleh karena itu, biayanya pun pasti berbeda," katanya. Sebaiknya mencegah

Akan tetapi, demi menghindari pengeluaran biaya pengobatan yang besar, pemerintah daerah dan masyarakat sebaiknya fokus pada pencegahan penyakit. Itu jauh lebih murah dan dapat mengurangi beban keuangan daerah.

Direktur RSHS Rizal Chaidir mengakui ada tunggakan biaya pengobatan pasien keluarga miskin dari enam kota dan kabupaten di Jabar. Namun, dia menolak menyebutkan jumlahnya. "Sekitar puluhan miliar rupiah," kata Rizal.

Penyebabnya, menurut dia, antara lain, minimnya anggaran kesehatan di daerah dan tidak berjalannya sistem rumah sakit rujukan. Hal itu menyebabkan jumlah pasien yang datang dari daerah langsung ke RSHS sangat banyak. Rumah sakit daerah merasa tidak mampu menangani pasien yang ada. Jumlah pasien yang datang ke poliklinik RSHS mencapai 2.000-2.500 orang per hari.

"Hal itu membuat beban pengobatan RSHS besar setiap bulannya. RSHS seperti puskesmas raksasa," kata Rizal.

Ia mengatakan, untuk pembayaran masih menunggu itikad baik dari pemerintah kota dan kabupaten. Mereka berjanji akan membayar sisa tunggakan sebelum 18 Desember 2009.

Ia berharap ada solusi dari Gubernur Jabar. Rencana pengelolaan dana kesehatan masyarakat akan diubah tahun 2010. Dana kesehatan yang sebelumnya ditangani pemerintah kota dan kabupaten akan diambil alih pemerintah provinsi. (CHE).

Wapres: Mari Buka Hati untuk Peduli AIDS

0

posted by | Posted in

Laporan wartawan KOMPAS Suhartono

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Boediono dalam salah satu bagian pidatonya pada puncak peringatan Hari AIDS Sedunia yang digelar di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (15/12/2009), mengajak masyarakat lebih peduli terhadap AIDS.

"Kunci dari puncak peringatan hari ini adalah mempertegas komitmen dan kepedulian kita. Pernyataan ini bukan dekat dengan kepala, akan tetapi dengan hati kita. Kita harus lebih appeal dengan kepedulian dan komitmen kita. Mari kita buka hati untuk itu," kata Boediono.

Menurut Boediono, upaya pencegahan epidemi HIV/AIDS tidak bisa dilakukan oleh satu negara saja, ataupun oleh kelompok masyarakat, apalagi oleh pemerintah saja. Namun, secara bersama-sama antarnegara, antarkelompok, dan antarpemerintah serta masyarakat.
"Saya mendengar, jumlah orang yang terkena HIV dan AIDS sangat besar, terutama yang tidak tercatat. Jumlahnya kelipatan 15 kali dari jumlah korban yang tercatat. Oleh sebab itu, kepedulian dan komitmen kita harus lebih ditingkatkan lagi," kata Wapres.

Menko Kesra Agung Laksono selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) mengungkapkan, saat ini tercatat 33,4 juta orang di dunia terinveksi HIV. Data ini berdasarkan informasi dari AIDS Epidemic Update 2009, sebagaimana dilaporkan lembaga PBB yang khusus menangani AIDS, UNAIDS.
"Indonesia termasuk negara dengan perkembangan epidemi AIDS yang paling cepat di Asia. Hingga akhir September 2009, Departemen Kesehatan melaporkan secara kumulatif 40.702 orang yang hidup dengan HIV. Sebanyak 18.442 orang mengidap AIDS. Sedangkan 28.260 orang dilaporkan masih dalam stadium HIV," paparnya.

Menurut Agung, kasus AIDS terbanyak ditemukan di Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Papua, Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Riau, dan Kepulauan Riau. Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi berada dalam kelompok usia 20-29 tahun, sebanyak 49,57 persen. Disusul kelompok usia 30-39 tahun, sebanyak 28,84 persen, dan kelompok 40-49 tahun tercatat 8,71 persen.

Penularan virus mematikan ini terbanyak terjadi karena heteroseksual sebanyak 49,7 persen. IDU sebanyak 40,7 persen dan hubungan homoseksual 3,4 persen. "Yang memprihatinkan kita, dalam 22 tahun sejak pasien pertama ditemukan di Indonesia, kini terjadi feminisasi dari epidemi, yaitu epidemi dari penderita AIDS laki-laki. Kini 20 persen orang yang terinfeksi HIV adalah perempuan. Separuhnya adalah ibu rumah tangga biasa yang tak pernah berganti pasangan," kata Agung.

Jumlah Kumulatif Penderita AIDS di Indonesia 18.442 Kasus

0

posted by | Posted in , | Posted on

sumber : depkes.go.id

Sejak ditemukan tahun 1978, secara kumulatif jumlah kasus AIDS di Indonesia sampai dengan 30 September 2009 sebanyak 18.442 kasus. Selama periode Juli – September 2009 kasus AIDS bertambah sebesar 743 kasus yang tersebar di 32 Propinsi di Indonesia. Jumlah kasus AIDS selama tahun 2009 (Januari-September) sebanyak 2.332 kasus.

Penularan kasus AIDS tertinggi terjadi melalui heteroseksual (49,7%), melalui pengguna napza suntik/Penasun (40,7%), dan homoseksual (3,4%). Proporsi penderita paling banyak ditemukan pada kelompok umur 20-29 tahun (49,57%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (29,84%), dan kelompok umur 40-49 tahun (8,71%). Sedangkan berdasarkan Propinsi yang melaporkan, kasus AIDS lebih banyak di Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Papua, Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau. Jumlah penderita AIDS yang meninggal sekitar 3.708 orang (20,1%).

Demikian laporan triwulan ketiga tahun 2009 Surveilans AIDS Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP &PL) Depkes.

AIDS
Berdasarkan penelusuran, dari jumlah 18.442 kasus AIDS di Indonesia diketahui persentase berdasarkan jenis kelamin yaitu 74% Laki-laki (13.654 orang), 25,5% Perempuan (4701 orang) dan 0,5% (87 orang) kasus tidak diketahui jenis kelaminnya.

Kasus terbanyak ditemukan di Propinsi Jawa Barat dengan jumlah penderita 3.233 orang. Disusul Provinsi lainnya yaitu Jawa Timur 3.133 orang, DKI Jakarta 2811 orang, Papua 2681 orang, Bali 1506 orang, Kalimantan Barat 730 orang, Jawa Tengah 669 orang, Sumatera Utara 485 orang, Riau 371 orang, dan Kepulauan Riau 333 orang.

Sampai dengan 30 September 2009 rate kumulatif kasus AIDS nasional mencapai 8,15 per 100.000 penduduk (berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2006, jumlah penduduk sebanyak 227.132.350 jiwa). Dibandingkan dengan angka nasional, jumlah penderita di Papua mencapai 17,9 kali lipat lebih banyak, disusul Bali 5,3 kali, DKI Jakarta 3,8 kali, Kepulauan Riau 3,4 kali, Kalimantan Barat 2,2 kali, Maluku 1,8 kali, Papua Barat 1,3 kali, Kep. Bangka Belitung 1,4 kali, Riau, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sulawesi Utara 1,0 kali angka nasional.

HIV
Secara kumulatif kasus HIV/AIDS sampai Juni 2009 adalah 28.260. Persentase kumulatif infeksi HIV tertinggi berdasarkan kelompok umur yaitu 30-39 tahun (16,49%), kemudian kelompok umur 20-29 tahun (15,41%), dan kelompok umur kurang dari 1 tahun (13,61%). Sedangkan berdasarkan penularan HIV, kasus tertinggi pada pengguna napza suntik/ penasun 52,18%, kelompok waria 25,89%, dan pasangan risiko tinggi 15,83%.

Rate kumulatif infeksi HIV positif tertinggi dilaporkan dari Propinsi DKI Jakarta 40,3%, Banten 29,0%, Kepulauan Riau 22,9%, Bali 20,2%, Papua Barat 19,7%, Jawa Barat 19,2%, Jawa Timur 13,2%, Papua 11,8%, Riau 11,6%, dan DI Yogyakarta 11,1%.

Estimasi populasi rawan tertular HIV di Indonesia tahun 2006 sebesar 193.000. Pada tahun 2014 diproyeksikan jumlah infeksi baru HIV usia 15-49 tahun sebesar 79.200 dan proyeksi untuk ODHA usia 15-49 tahun sebesar 501.400 kasus.

Sampai dengan September 2009 terdapat 13.858 ODHA masih menerima pengobatan ARV (60% dari yang pernah menerima ARV). Jumlah ODHA yang masih dalam pengobatan ARV tertinggi dari Propinsi DKI Jakarta (6.135), Jawa Barat (1.724), Jawa Timur (1.145), Bali (811), Jawa Tengah (436), Papua (433), Sumatera Utara (442), Kalimantan Barat (382), Kepulauan Riau (335), dan Sulawesi Selatan (314).

Angka kematian ODHA menurun dari 46% pada tahun 2006, dan menjadi 17% pada tahun 2008.

Sampai saat ini HIV/AIDS belum ada vaksin maupun obatnya. Obat yang ada (ARV=Anti Retroviral Virus) hanyalah untuk menekan perkembangan virus. Pengobatan HIV/AIDS sangat mahal karena harus diminum seumur hidup. Karena itu, cara yang paling efektif adalah pencegahan yaitu menghindari hubungan seks di luar nikah, bagi kelompok risiko tinggi menggunakan kondom bila berhubungan seks, tidak menggunakan narkoba suntik.

Penandatanganan Juklak Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis

0

posted by | Posted in

sumber : depkes.go.id

Hari ini, Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH.Dr.PH bersama Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Dr. Edy Topo Ashari, Msi menandatangani Peraturan Bersama Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis, di Jakarta. Hadir dalam acara tersebut, Sekretaris Jenderal Depkes RI dr. H. Sjafii Ahmad, MPH, Dirjen Bina Pelayanan Medik dr. Farid Wadjdi Husain, Sp.B (K), Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes Dra. Meinarwati, Apt, M.Kes, dan Kepala Biro Kepegawaian drg. S. R. Mustikowati, M.Kes.

Dalam sambutannya Menkes menyatakan, upaya pembinaan jabatan fungsional mutlak harus dilaksanakan secara lebih konsepsional dan dituangkan dalam wadah peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin kelangsungan sistem pembinaan, termasuk dalam pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi serta bantuan hukum.

Menurut Menkes, jabatan fungsional Dokter Pendidik Klinis mempunyai nilai strategis karena berperan dalam mendukung keberhasilan program prioritas nasional dan pencapaian target Global yaitu Millennium Development Goals (MDGs) antara lain penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).

Menkes menambahkan, pengembangan karier PNS melalui jabatan fungsional merupakan bagian dari reformasi birokrasi, khususnya dalam menuju perubahan paradigma pengembangan karier PNS berdasarkan merit system. Pengembangan karir melalui jabatan fungsional merupakan siklus panjang dari upaya perubahan perilaku kerja, memperjelas tugas pokok, tanggungjawab, wewenang dan hak dalam menjalankan jabatan fungsional tersebut.

Sejalan dengan pengembangan karir jabatan fungsional dokter pendidik klinis yang telah diamanatkan dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/17/M.PAN/9/2008 tentang Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis bahwa pedoman pelaksanaan Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis dan Angka Kreditnya ditetapkan dengan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dengan Kepala Badan Kepagawaian Negara, tambah Menkes.

Menkes menjelaskan, dalam rangka memenuhi ketentuan dalam pengembangan karir jabatan fungsional dokter pendidik klinis tersebut, diselenggarakan penandatanganan Peraturan Bersama Menkes dengan Kepala BKN.

Kepala BKN menyatakan peraturan bersama ini disusun berdasarkan hasil kajian dan evaluasi data serta masukan dari berbagai pihak. Hal ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pembinaan dan pengembangan karir serta meningkatkan prestasi kerja bagi pegawai yang menduduki jabatan fungsional dokter pendidik klinis.

Dari hasil evaluasi atas ruang lingkup tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak serta memperhatikan persyaratan jabatan, dokter pendidik klinis dikategorikan dalam jabatan fungsional tingkat keahlian dengan dasar pendidikan paling rendah dokter spesialis dan dekan fakultas kedokteran.

Hasil evaluasi itu juga merupakan pedoman dalam penetapan jenjang jabatan /pangkat terendah sampai dengan jenjang tertinggi. Jabatan terendah adalah Dokter Pendidik Klinis Pertama, pangkat Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b sedangkan tertinggi adalah Dokter Pendidik Klinis Utama, pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e.

Menurut Kepala BKN, permasalahan umum pembinaan kepegawaian dewasa ini, pertama mix match, antara sosok PNS yang ada belum sesuai dengan tuntutan potensi dengan tugasnya. Kedua, underemployed, karena belum ada target ataupun track kinerja yang dilakukan PNS dalam melaksanakan tugasnya dan belum ada kesesuaian antara beban kerja dengan jumlah pegawai yang dibutuhkan. Ketiga, alokasi dan distribusi PNS yang tidak seimbang dan tidak merata baik kualitas maupun kuantitasnya serta distribusi PNS menurut teritorial, daerah yang juga belum merata. Keempat, masih rendahnya tingkat produktivitas PNS dan belum optimalnya pelayanan terhadap masyarakat. Dan kelima, masih rendahnya penghasilan dan kesejahteraan PNS.

Berkaitan dengan hal itu, pembinaan kepegawaian diarahkan pada beberapa hal. Pertama, pada pembinaan karir pejabat fungsional jabatan dan pangkat tertinggi. Kedua, pembinaan profesi dengan meningkatkan kompetensi demi kepentingan sosok pejabat fungsional yang profesional dan mandiri. Ketiga, pembinaan budaya kerja agar kinerja pejabat fungsional menjadi lebih efektif dan efisien. Keempat, pembinaan kode etik dalam rangka membentuk perilaku dan profesionalitas yang bersangkutan dan bermartabat. Kelima, pembinaan disiplin pejabat fungsional untuk meningkatkan produktivitas kerja dan efisiensi waktu. Keenam, pembinaan sistem administrasi guna menciptakan tertib administrasi pembinaan dan pengembangan karir jabatan fungsional.

Kepala BKN mengharapkan, dengan ditetapkannya peraturan bersama ini, pejabat yang berkepentingan benar-benar dapat melaksanakan peraturan bersama ini dengan baik dan tertib, Pertama, prosedur penilaian dan penetapan angka kredit. Kedua, pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan jabatan atau pangkat. Ketiga, perpindahan dalam dan dari jabatan. Keempat, pembebasan sementara dan pemberhentian sementara.

Dengan upaya itu, diharapkan dapat menghasilkan pejabat fungsional yang profesional dan mandiri serta mempunyai uraian tugas yang jelas, penilaian kinerja terukur serta jalur karir dan jabatan atau pangkat yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jumlah Jemaah Haji Wafat Turun Drastis

0

posted by | Posted in , | Posted on

sumber : depkes.go.id

Jumlah jamaah haji Indonesia yang wafat tahun 1430 H/2009 sampai hari ke-50 (11/12/09) sebanyak 247 orang, menurun drastis dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu. Pada tahun 2008/1429 H, jamaah yang meninggal pada hari yang sama sebanyak 400 orang, terjadi penurunan sebesar 38,25%. Sedangkan kejadian luar biasa juga menurun dari 8 kasus pada tahun lalu menjadi 1 kasus pada tahun ini.

Menurunnya angka kematian jemaah haji dan kejadian luar biasa dalam pergerakan manusia secara massal (209.819 orang jamaah haji), menurut indikator yang yang ditetapkan WHO, merupakan indikator semakin baiknya pelayanan kesehatan.

Hal itu, disampaikan dr. Sjafii Ahmad, MPH, Sekretaris Jenderal Depkes yang juga Ketua Tim Wasdal Yankes Haji 1230 H mengenai penyelenggaraan pelayananan kesehatan jamaah haji tahun 2009/1430 H.

Menurut laporan Siskohat Departemen Agama, dari data itu, tercatat 194 orang jamaah haji Indonesia meninggal dunia di Makkah, 25 orang di Madinah, 12 orang di Mina, 10 orang di Jeddah, 3 orang di Arafah dan 3 orang di perjalanan.

Berdasarkan lokasi, sebanyak 80 orang wafat di sejumlah Rumah Sakit Arab Saudi, 65 orang di pemondokan, 56 orang di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI), 18 orang di perjalanan, 12 orang di sektor BPHI, 8 orang di mesjid, 7 orang di bandara dan 1 orang di pesawat.

Berdasarkan embarkasi, Surabaya 50 orang, Surakarta 46 orang, Bekasi 26 orang, Jakarta 25 orang, Medan 19 orang, Ujung Pandang 17 orang, BPIH Khusus 12 orang, Padang 12 orang, Batam 12 orang, Palembang 11 orang, Banjarmasin 9 orang, Aceh 6 orang, Balikpapan 1 orang, non-kloter 1 orang.

Jenis kelamin, usia, dan penyebab kematian :

Jenis Kelamin
Berdasarkan Usia
Penyebab Kematian
Laki-2  : 138
Wanita : 109
< 40     :     2
40 – 49 :   24
50 – 59 :   49
> 60     :  172
 
1.        Penyakit sistem sirkulasi
154
2.        Penyakit sistem pernapasan
78
3.        Penyakit gangguan mental dan perilaku
5
4.        Penyakit infeksi dan parasit
2
5.        Penyakit sistem syaraf

2
6.        Penyakit sistem genitourinaty
2
7.        Penyakit sistem otot dan jaringan
1
8.        Penyakit sistem pencernaan
1
9.        Endokrin nutrisi dan mental
1
10.    Penyakit darah dan organ pembuluh darah
1



Depkes: 60 Persen Desa di Luar Jawa Tidak Punya Bidan

0

posted by | Posted in , | Posted on

Fitraya Ramadhanny - detikNews
Jakarta - Sebanyak 60 persen desa di luar Jawa dilaporkan tidak mempunyai bidan. Hal ini menjadi kendala pemerintah dalam meningkatkan kesehatan reproduksi di Indonesia. "60 Persen desa di luar Jawa belum punya bidan. Padahal idealnya 1 desa memiliki 1 bidan," kata Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan (Depkes) Sri Astuti Suparmanto.

Demikian disampaikan Sri usai peluncuran buku berjudul "Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia" di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (12/12/2005). Buku karya Depkes ini setebal 80 halaman dan bersampul warna oranye.

Menurut Sri, Depkes akan mengerahkan lulusan sekolah akademi bidan untuk ditempatkan di daerah yang disalurkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain itu, Depkes akan mengangkat pegawai tidak tetap (PTT) bidan menjadi PNS agar dapat dipindahkan untuk mengisi berbagai kekosongan di daerah. "Kita akan melakukan advokasi agar Pemda mau melakukan pengangkatan tenaga bidan di daerah. Mereka bisa melakukan formasi di daerah, tetapi jarang dilakukan," ujarnya. (aan/)

Pemerintah Siapkan RUU Pengesahan FCTC

0

posted by | Posted in ,

sumber : depkes.go.id

Untuk melindungi generasi muda Indonesia di masa sekarang dan mendatang dari bahaya rokok, Pemerintah saat ini sedang mempersiapkan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Pengesahan FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) Tujuan FCTC adalah melindungi generasi sekarang dan mendatang terhadap kerusakan kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi karena konsumsi tembakau dan paparan asap tembakau.

FCTC telah disepakati secara aklamasi dalam Sidang Majellis Kesehatan Dunia (World Health Assembly - WHA) pada bulan Mei 2003. FCTC dinyatakan efektif apabila telah ada minimal 40 negara yang meratifikasinya.

FCTC adalah konvensi atau treaty yaitu bentuk hukum internasional dalam mengendalikan masalah tembakau/rokok yang mempunyai kekuatan mengikat secara hukum bagi negara-negara yang meratifikasinya.

Ada lima langkah yang harus dilalui sampai FCTC menjadi perangkat hukum internasional yaitu : Pertama, adopsi oleh Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly - WHA) pada bulan Mei 2003. Kedua, penandatanganan FCTC, mulai 16 Juni 2003-29 Juni 2004. Akhir Februari 2004, 95 negara termasuk European Community, telah menandatangani FCTC.

Ketiga, setelah batas akhir penandatanganan, Negara yang belum menandatangani FCTC masih bisa mengikat diri kepada perjanjian tersebut melalui prosedur accession/aksesi atau pengesahan tanpa harus didahului dengan penandatanganan. Negara yang melakukan aksesi/pengesahan harus segera melaksanakannya.

Ke-empat, Protokol merupakan pengaturan kewajiban khusus untuk melaksanakan tujuan konvensi. Ke-lima, sembilan puluh hari setelah FCTC diratifikasi oleh sedikitnya 40 negara, maka ia menjadi hukum internasional.

Dengan mengaksesi/pengesahan FCTC, nantinya Indonesia terikat pada perjanjian internasional dan diberikan tenggang waktu lima tahun setelah Konvensi berlaku bagi negara bersangkutan agar negara tersebut melakukan upaya legislatif, eksekutif, administratif dan atau upaya lain yang efektif.

Aturan yang sudah ada

  • 1. PP No. 81 tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, adalah peraturan perundang-undangan untuk membantu pelaksanaan upaya pengandalian tembakau. Pasal di dalamnya mengatur iklan rokok, peringatan kesehatan, pembatasan kadar tar dan nikotin, penyampaina kepada masyarakat tentang isi produk tembakau, sanksi dan hukuman, pengaturan otoritas, peran serta masyarakat dan kawasan bebas asap rokok.
  • 2. PP No. 38 Tahun 2000 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, merupakan revisi dari PP No. 81 Tahun 1999, dan berkaitan dengan iklan rokok serta memperpanjang batas waktu bagi industri rokok untuk mengikuti peraturan baru ini menjadi 5 -7 tahun setelah dinyatakan berlaku, tergantung jenis industrinya.
  • 3. PP No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, merupakan peraturan pemerintah pengganti PP No.81 Tahun 1999 dan PP No. 38 Tahun 2000, mencakup aspek yang berkaitan dengan ukuran dan jenis peringatan kesehatan, pembatasan waktu bagi iklan rokok di media elektronik, pengujian kadar tar dan nikotin.

Rokok Membunuh Lima Juta Orang Setiap Tahun

0

posted by | Posted in ,

sumber : depkes.go.id

Tembakau/rokok membunuh separuh dari masa hidup perokok dan separuh perokok mati pada usia 35 – 69 tahun. Data epidemi tembakau di dunia menjunjukkan tembakau membunuh lebih dari lima juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini berlanjut terus, pada tahun 2020 diperkirakan terjadi sepuluh juta kematian dengan 70 persen terjadi di negara sedang berkembang.

Hal itu dikatakan Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, dalam sambutan yang dibacakan Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, Dirjen P2PL Depkes ketika membuka Temu Karya Peringatan Kesehatan akan Bahaya Rokok di Jakarta tanggal 12 Desember 2009.

Menurut Menkes, tingginya populasi dan konsumsi rokok menempatkan Indonesia menduduki urutan ke-5 konsumsi tembakau tertinggi di dunia setelah China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang dengan perkiraan konsumsi 220 milyar batang pada tahun 2005.

Padahal rokok/tembakau dapat menyebabkan berbagai penyakit tidak menular seperti jantung dan gangguan pembuluh darah, stroke, kanker paru, dan kanker mulut. Di samping itu, rokok juga menyebabkan penurunan kesuburan, peningkatan insidens hamil diluar kandungan, pertumbuhan janin (fisik dan IQ) yang melambat, kejang pada kehamilan, gangguan imunitas bayi dan peningkatan kematian perinatal.

Rokok mengandung lebih dari empat ribu bahan kimia, termasuk 43 bahan penyebab kanker yang telah diketahui, sehingga lingkungan yang terpapar dengan asap tembakau juga dapat menyebabkan bahaya kesehatan yang serius, ujar Menkes.

Di masa mendatang masalah kesehatan akibat rokok di Indonesia semakin berat karena 2 diantara 3 orang laki-laki adalah perokok aktif. Lebih bahaya lagi karena 85,4% perokok aktif merokok dalam rumah bersama anggota keluarga sehingga mengancam keselamatan kesehatan lingkungan. Selain itu, 50 persen orang Indonesia kurang aktivitas fisik dan 4,6 persen mengkonsumsi alkohol, kata Menkes.

Lebih 43 juta anak Indonesia serumah dengan perokok dan terpapar asap tembakau. Padahal anak-anak yang terpapar asap tembakau dapat mengalami pertumbuhan paru yang lambat, lebih mudah terkena bronkitis dan infeksi saluran pernapasan dan telinga serta asma. ”Kesehatan yang buruk di usia dini menyebabkan kesehatan yang buruk di saat dewasa”, imbuh Menkes.

Dengan mengutip data The Global Youth Survey Tahun 2006, Menkes menambahkan, 6 dari 10 pelajar (64,2%) yang disurvei terpapar asap rokok selama mereka di rumah. Lebih dari sepertiga (37,3%) merokok, bahkan 3 diantara 10 pelajar atau 30,9% pertama kali merokok pada umur dibawah 10 tahun.

Menurut Menkes meningkatnya jumlah perokok di kalangan anak-anak dan kaum muda Indonesia karena dipengaruhi iklan rokok, promosi dan sponsor rokok yang sangat gencar.

Konsumsi rokok menimbulkan kerugian langsung bagi perokok dan keluarganya, terlebih bagi keluarga miskin. Rata-rata pengeluaran keluarga miskin untuk konsumsi rokok cukup besar. Alih-alih untuk perbaikan gizi keluarga dan pendidikan anak, justru pendapatan yang terbatas dibelanjakan untuk rokok, ujar Menkes.

Padahal dengan mengurangi konsumsi rokok di kalangan keluarga miskin, maka subsidi pemerintah untuk pelayanan kesehatan yang menderita penyakit-penyakit akibat rokok dapat dikurangi, ujar Menkes.

Dalam pengendalian masalah tembakau, terdapat polemik bahwa cukai rokok dianggap sebagai pendapatan utama Pemerintah Pusat dan Daerah, disamping citra positif yang ditonjolkan industri rokok kepada masyarakat melalui tanggung jawab sosial seperti pemberian bea siswa, penghargaan bagi kelompok usaha kecil dan sponsorship acara olahraga bergengsi, pagelaran musik dan lain-lain. ”Inilah tantangan yang harus dihadapi dalam melindungi generasi muda dari bahaya rokok”, ujar Menkes.

Pada kesempatan itu Menkes mengajak dan menghimbau seluruh komponen bangsa untuk bersama-sama melindungi generasi muda dari bahaya asap rokok. ”Marilah kita ciptakan lingkungan yang bersih dan bebas asap rokok, sehingga generasi muda kita dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang utuh, berkualitas dan siap membangun negara kita”, imbuh Menkes.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, secara jelas menyatakan pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif ( yang meliputi tembakau & produk yang mengandung tembakau ) harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan. Dalam UU itu juga mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok guna melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok.

Temu karya diikuti sekitar 600 orang dari berbagai unsur yaitu Depdiknas, Depkes, PGRI, mahasiswa Universitas Negeri dan Swasta dan BEM se Jabodetabek, Siswa SMA dan SMK beserta para guru, organisasi keagamaan, organisasi internasional, LSM pemerhati masalah tembakau dan media massa.

Tujuan pertemuan adalah untuk meningkatkan keterlibatan tokoh masyarakat, media massa, para petugas kesehatan, para pendidik dan generasi muda untuk bersama-sama melindungi masyarakat dari bahaya rokok.

Pemanfaatan Dana Bantuan Sosial Operasional Desa Siaga/Poskesdes Tahun 2009

0

posted by | Posted in | Posted on

sumber : depkes.go.id

Dalam rangka pengembangan peran serta masyarakat, pemerintah telah mendorong pembentukan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)/Desa Siaga. Salah satu dukungan pemerintah adalah memberikan Dana Bantuan Sosial Operasional Desa Siaga/Poskesdes. Terdapat perbedaan pemanfaatan dana dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Agar petunjuk ini dipahami dengan baik. Berikut diuraikan Petunjuk Teknis Pemanfaatan Dana Bantuan Sosial. tersebut



Untuk petunjuk lebih lengkapnya, silahkah masuk ke tautan:
http://www.depkes.go.id/downloads/dana_siaga_poskesdes.pdf

Penguatan SDM 100 Rumah Sakit Daerah Rawan Bencana

0

posted by | Posted in , , | Posted on

sumber : depkes.go.id

Ada empat isu pokok yang dijadikan landasan penyusunan program 100 hari Depkes, yaitu Peningkatan pembiayaan kesehatan untuk memberikan jaminan kesehatan masyarakat ; Peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian target MDGs; Pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, dan Peningkatan ketersediaan, pemerataan dan kualitas tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK).

Untuk mengimplementasikan pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, dilakukan melalui :

  1. Screening terhadap balita risiko gizi buruk pasca bencana di daerah Jawa Barat dan Sumatera Barat;
  2. Identifikasi dan rehabilitasi kerusakan sarana medik di 30 RS, 123 Puskesmas, 135 rumah dinas dokter dan paramedis dan operasionalisasi kembali semua sarana medik yang rusak di daerah bencana Jawa Barat dan Sumatera Barat;
  3. Penguatan SDM di 100 RS untuk penanggulangan bencana, akan dilaksanakan pelatihan SDM dalam penanggulangan bencana di 100 rumah sakit yang telah ditentukan; serta
  4. Penguatan logistik di 9 pusat regional dan 2 sub regional penanggulangan bencana.


Demikian sambutan Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH. saat membuka Pertemuan Koordinasi Penguatan SDM 100 Rumah Sakit di Daerah Rawan Bencana, di Makassar (9/12).

Untuk memantapkan pelaksanaan penanggulangan masalah bencana, dilaksanakan pertemuaan koordinasi yang dihadiri Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, Para Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, Pejabat Eselon I dan II dari jajaran Depkes dan jajaran lintas sektor, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Direktur RS di daerah rawan bencana, dan undangan lainnya, Menkes juga menyampaikan program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Ke-2 dan program 100 hari Depkes.

Menkes mengharapkan, pertemuan dapat mengembangkan atau merumuskan pola pengembangan pelatihan SDM kesehatan di 100 RS yang lebih baik sehingga mampu menghasilkan tenaga yang terampil dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana.

Pertemuan koordinasi juga dapat dijadikan sebagai bagian dari pencapaian taget program 100 hari Depkes, yang batas waktunya sampai dengan tanggal 1 Februari 2010, kata Menkes.

Dalam kesempatan itu, Menkes menghimbau para Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk dapat memfasilitasi kegiatan pelatihan yang akan dilaksanakan di rumah sakit – rumah sakit. Sementara itu, pembinaan yang berkelanjutan untuk menekan risiko dampak bencana, dilakukan oleh dinas kesehatan setempat.

Menurut Menkes, Indonesia merupakan negara yang rawan bencana. Posisi geografis negara kita berada di antara lempeng-lempeng litosfir -- Eurasia, Asia Tenggara, Filipina, Pasifik dan Indo-Australia -- yang saling berinteraksi dan menjadikan Indonesia sebagai kawasan rawan gempa dan tsunami. Selain itu, Indonesia juga memiliki 129 gunung api aktif yang merupakan bagian dari 500 lingkaran api di dunia (ring of fire) dan membentang sepanjang jalur Aceh. Sulawesi Utara sampai ke Papua.

Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Departemen Kesehatan, sejak Januari - November 2009 mencatat 245 kali kejadian bencana dengan korban meninggal sebanyak 1.488 orang. Untuk merespons dampak bencana terhadap kemanusiaan, maka Pemerintah termasuk Departemen Kesehatan menjadikan upaya kesiapsiagaan bencana sebagai prioritas nasional.

Jumlah Jemaah Haji Wafat 226 Orang

0

posted by | Posted in

sumber : depkes.go.id

Sampai hari ke – 48 (9/12/09) penyelenggaraan ibadah haji, jumlah jamaah haji Indonesia yang wafat (meninggal dunia) sebanyak 226 orang. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 atau musim haji 1429 hijriah sebanyak 376 orang, terjadi penurunan sebesar 39,89 %.

Kejadian luar biasa juga menurun dari 8 kasus pada tahun lalu menjadi 1 kasus pada tahun ini. Sedangkan Balai Pengobatan Haji Indonesia di Mekkah telah merawat 517 pasien rawat inap dan 125.778 rawat jalan.

Menurut indikator yang ditetapkan WHO, menurunnya angka kematian jemaah haji dan menurunnya kejadian luar biasa dalam pergerakan manusia secara massal ( 209.819 orang jamaah haji ) merupakan indikator semakin baiknya pelayanan kesehatan, kata dr. Sjafii Ahmad, MPH, Sekretaris Jenderal Depkes yang juga Ketua Tim Wasdal Yankes Haji 1230 H.

Dari data itu, tercatat 177 orang jamaah haji Indonesia meninggal dunia di Makkah, 23 orang di Madinah, 12 orang di Mina, 9 orang di Jeddah, 3 orang di Arafah dan 2 orang di perjalanan. Dari jumlah itu, 128 orang jamaah yang meninggal adalah pria dan 98 orang wanita. Berdasarkan umur, kurang 40 tahun 2 orang, usia 40-49 tahun 22 orang, usia 50-59 tahun 43 orang dan usia diatas usia 60 tahun 159 orang.

Para jamaah haji yang wafat ini, 75 orang di sejumlah Rumah Sakit Arab Saudi, 59 orang di pemondokan, 50 orang di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI), 17 orang di perjalanan, 9 orang di sektor BPHI, 8 orang di mesjid, 7 orang di bandara dan satu orang di pesawat.

Penyebab kematian terbanyak adalah penyakit Infeksi dan parasit, disusul penyakit neoplasma, penyakit darah dan organ pembuluh darah, penyakit endokrin nutrisi dan penyakit gangguan mental dan perilaku.

Dokter Didorong Manfaatkan Jamu

0

posted by | Posted in ,

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berupaya mendorong para dokter agar ikut memasyarakatkan penggunaan jamu sebagai usaha promotif dan preventif. Untuk itu, diupayakan kerja sama antara peneliti dan tenaga kesehatan, dalam hal ini para dokter.

”Selama ini terkesan para dokter anti terhadap jamu. Padahal, di negara Asia lainnya terbukti kedokteran Barat dan Timur dapat berdampingan. Apalagi, di Indonesia pemakaian jamu sudah menjadi tradisi,” ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Departemen Kesehatan Agus Purwadianto dalam jumpa pers terkait penyelenggaraan Simposium Nasional V Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Selasa (8/12).

Para dokter tersebut, menurut Agus, dapat menggunakan jamu sebagai upaya preventif, promotif, dan rehabilitatif dalam kegiatan praktik pribadi mereka sehari-hari. ”Jamu yang digunakan tentu yang sudah direkomendasikan Balitbang Depkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sudah ada berbagai jenis tanaman obat yang berkhasiat dan terbukti aman, dalam hal ini asli jamu dan bukan fitofarmaka (obat herbal yang telah lulus uji klinik),” ujarnya.

Untuk memperkuat pemasyarakatan jamu, jamu diarahkan penggunaannya dalam konteks pengalaman empiris dan holistik. Saat ini telah ada kerja sama dengan Ikatan Dokter Herbal Indonesia untuk menentukan standardisasinya. ”Sangat dibutuhkan kerja sama peneliti dan para dokter nantinya,” kata Agus.
Sebagai model untuk memasukkan jamu dalam praktik kedokteran, akan dilaksanakan pencanangan Griya Sehat di Jawa Tengah pada 28 Desember mendatang.




Anggaran penelitian

Agus mengatakan, anggaran Balitbang Depkes sebesar Rp 170 miliar, dengan kata lain sekitar 0,28 persen dari total anggaran Departemen Kesehatan. Fokus penelitian Balitbang Depkes, antara lain, sainstifikasi jamu, sel punca, penyakit menular (tuberkulosis dan malaria), katarak dan sindrom metabolik, emerging dan re-emerging diseases, gizi dan makanan, serta lingkungan dan kesehatan.

Selain itu, terdapat riset khusus untuk data dasar. ”Pemerintah akan menyelenggarakan riset kesehatan dasar pada tahun 2011 dan data dasar untuk program kabinet tahun 2013,” ujar Agus.

Dalam kesempatan tersebut terbentuk pula Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia yang diresmikan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih. Dalam sambutannya, Menkes menyatakan harapannya agar peneliti kesehatan ikut berperan besar dalam pembangunan kesehatan. (INE)

Sejak 2006 Sudah 10.000 Desa Terapkan STBM

0

posted by | Posted in , | Posted on

sumber : depkes.go.id

Hasil pembangunan kesehatan termasuk pembangunan sanitasi telah menunjukkan keberhasilan yang menggembirakan. Dalam peningkatan kesadaran dan keterlibatan masyarakat, Depkes menerapkan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sebagai bagian dari Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). STBM mulai diuji coba tahun 2005 di 6 kabupaten (Sumbawa, Lumajang, Bogor, Muara Enim, Muaro Jambi, dan Sambas). Sejak tahun 2006 Program STBM sudah diadopsi dan diimplementasikan di 10.000 desa pada 228 kabupaten/ kota.

Saat ini, sejumlah daerah telah menyusun rencana strategis pencapaian sanitasi total dalam pembangunan sanitasinya masing-masing. Dalam 5 tahun ke depan (2010 – 2014) STBM diharapkan telah diimplementasikan di 20.000 desa di seluruh kabupaten/ kota.

Untuk mewujudkan PPSP dilibatkan 4 institusi, yaitu Bappenas untuk melakukan koordinasi dan perencanaan program, Departemen PU untuk penyediaan sarana sanitasi, Departemen Kesehatan berperan dalam peningkatan kesadaran dan keterlibatan masyarakat, dan Departemen Dalam Negeri berperan dalam penguatan kelembagaan.

Demikian pernyataan Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH. Dr. PH berkaitan penyelenggaraan Konferensi Sanitasi Nasional (KSN) II yang dibuka oleh Wakil Presiden Boediono di Istana Wakil Presiden, hari ini. Sejumlah acara digelar dalam KSN diantaranya talkshow dengan narasumber, Kepala Bappenas, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Lingkungan Hidup.

Menkes menyebutkan, hasil Riskesdas dan Susenas 2007 tentang air minum, sanitasi dan perilaku higienis menunjukan 57,7% rumah tangga mempunyai akses ke air bersih yang baik; 58,9% rumah tangga telah menggunakan/ memiliki jamban sendiri; 43% rumah tangga telah menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan; 26,6% rumah tangga mempunyai tempat penampungan sampah dalam rumah; 25,2% rumah tangga yang memiliki saluran air limbah tertutup; dan 23% penduduk di atas 10 tahun berperilaku benar cuci tangan pakai sabun (CTPS)

Publikasi WHO tahun 2007 menunjukkan kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan 39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga

Upaya meningkatkan kesehatan lingkungan termasuk program 100 hari Depkes, selain juga merupakan target ke 7 MDGs yaitu peningkatan kesehatan lingkungan melalui penyediaan air minum dan sanitasi dasar serta peningkatan perilaku higienis. Pencapaian target ke 7 MDGs ini akan berdampak terhadap pencapaian tujuan bidang kesehatan lainnya seperti Penurunan angka kematian Ibu (AKI), dan Goal 6 yaitu Pengendalian penyebaran penyakit menular (malaria) dan penyakit menular lainnya (diare dan kecacingan, ISPA, Frambosia dan penyakit kulit lainnya).

Sebagai contoh angka kematian bayi di Indonesia bisa dicegah melalui upaya penyehatan lingkungan seperti penyediaan air minum, fasilitas sanitasi dasar dan peningkatan perilaku higienis masyarakat melalui kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang mencakup 5 pilar, yaitu: 1) Stop BABs (Buang Air Besar sembarangan), Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), Pengelolaan Air dan Makanan yang aman di Rumah Tangga (PAM RT), 4) Mengelola sampah dengan benar ,dan 5) Mengelola Limbah cair rumah tangga dengan aman.

Dalam rangka Percepatan Pembanguna Sanitasi Permukiman (PPSP) maka Departemen Kesehatan menguatkan upaya-upaya preventif dan promotif sebagai fokus 5 tahun ke depan, dengan mengimplementasikan, mengadvokasi dan kampanye peningkatan Penyehatan lingkungan dan perubahan perilaku higienis melalui akselerasi 5 pilar STBM. Selain itu juga dengan memastikan STBM diadopsi dan diimplementasikan oleh semua kabupaten/kota dengan merujuk pada rencana pembangunan sanitasi permukiman. Alokasi Depkes untuk kegiatan STBM tahun 2010 sebesar Rp 125.924.073.000,00, terang Menkes.

KSN merupakan upaya advokasi pembangunan sanitasi di Indonesia bagi pencapaian target pembangunan nasional. KSN diselenggarakan pertama kali pada tahun 2007 oleh Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS) dan menghasilkan Kesepakatan Bersama Konferensi Sanitasi Nasional yang selanjutnya dikenal dengan Deklarasi Jakarta. Dalam Deklarasi Jakarta para Menteri terkait pembangunan sektor sanitasi menyepakati pentingnya pembangunan sanitasi bagi kesejahteraan bangsa, khususnya masyarakat miskin.

KSN II diikuti sekitar 200 peserta yang berasal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, anggota legislatif, Perguruan Tinggi, Asosiasi Profesi, LSM, Lembaga Donor, Sektor Swasta dan Organisasi Perempuan.

Selain talkshow, KSN II diisi dengan kunjungan ke lapangan pada lokasi-lokasi sekitar Jakarta yang telah berhasil mengatasi permasalahan sanitasi skala lingkungan, serta pameran sektor sanitasi.

Depkes Bentuk Tim Mediasi Pertemukan Prita dan RS Omni Tanpa Pengacara

0

posted by | Posted in | Posted on

sumber : detik.com

Jakarta - Kasus Prita Mulyasari belum selesai. Setelah divonis harus membayar Rp 204 juta kepada RS Omni, Prita Mulyasari kembali mendapat simpati. Departemen Kesehatan (Depkes) juga membentuk tim mediasi untuk mempertemukan Prita dan RS Omni Internasional tanpa pengacara.

"Departemen Kesehatan memberikan dukungan moral kepada Prita Mulyasari dengan membentuk Tim Mediasi," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Depkes, Lily. S. Sulistyowati, dalam rilisnya yang diterima detikcom, Sabtu (5/12/2009).

Menurut Lily, tim mediasi akan mempertemukan antara pihak RS Omni Tangerang dengan pihak Prita Mulyasari tanpa pengacara. "Pertemuan ini bertujuan meminta kedua belah pihak untuk melepas hak menggugat dan menuntut," kata Lili.

Dalam kaitan ini, lanjut Lily, pihak RS Omni sudah memberikan persetujuannya. "Tim dalam waktu dekat ini akan mengupayakan suatu pertemuan untuk membahas perdamaian di luar pengadilan," ujar dia.

Simpati kembali mengalir pada Prita Mulyasari setelah pasien RS Omni yang menulis kekecewaannya atas pelayanan RS tersebut di internet. Dalam gugatan perdata yang dilakukan RS Omni, Pengadilan Tinggi Banten memvonis Prita harus membayar kepada RS Omni sebesar Rp 204 juta.

Salah satu simpati yang muncul adalah gerakan penggalangan dana 'Koin untuk Prita.' Mantan Perindustrian Fahmi Idris juga telah memberikan komitmen untuk membantu Prita membayar setengah denda yang harus ditanggung Prita. Menghadapi vonis ini, Prita sendiri melakukan banding. (asy/gah)

Menkes Keluhkan Minimnya Kesadaran Hidup Sehat

1

posted by | Posted in | Posted on

 sumber : detik.com


Jakarta - Kesadaran untuk berprilaku hidup sehat masyarakat Indonesia dinilai masih sangat rendah. Menteri Kesehatan (Menkes) pun menyesalkan hal tersebut.

"Kesadaran masyarakat untuk hidup sehat masih rendah, dengan adanya pameran ini diharapkan masyarakat dapat merubah prilaku hidupnya," ujar Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih dalam pembukaan pameran 'Lingkungan Sehat Rakyat Sehat' di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Jumat (4/12/2009).

Data temuan dari Departeman Kesehatan (Depkes) rumah tangga tanpa fasilitas untuk buang air besar mencapai 24 persen, tanpa saluran pembuangan air limbah 32 persen, tanpa sarana air bersih 50 persen, dan 40 persen sanitasi tidak sehat.

"Semoga dengan pameran ini bisa menjadi wahana dari perilaku yang tidak sehat menjadi sehat," pungkasnya dalam sambutannya.

Dalam kesempatan tersebut Menkes juga mengunjungi beberapa stand pameran. Pada acara yang berlangsung sampai 6 Desember mendatang ini, pengunjung dapat melihat pameran pengobatan, perusahaan obat dan stand info kesehatan.
(her/fay)

Menkes Kunjungi Puskesmas Waipare dan Bola NTT

1

posted by | Posted in | Posted on

sumber : depkes.go.id

Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH. selama dua hari dari tanggal 28 – 30 November 2009 melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Selama di NTT Menkes mengunjungi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes, beraudiensi dengan Gubernur NTT dan jajaran kesehatan Prov. NTT, mengunjungi Puskesmas Waipare dan Puskesmas Bola dan mengunjungi RS St. Gabriela dan RSUD dr. T.C. Hillers Maumere.

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur NTT Drs. Frans Leburaya menyatakan bahwa provinsi yang dipimpinnya merupakan provinsi kepulauan yang karakteristik masalah dan kebutuhan pelayanan kesehatan berbeda dengan daerah lainnya. Untuk mengatasi hal itu, kualitas SDM kesehatan menjadi sangat penting disamping penyediaan sarana kesehatan yang lebih baik.

"Tenaga dokter spesialis masih menjadi masalah dengan belum semua RS daerah memiliki dokter ahli yang dipersyaratkan. Angka kematian ibu dan bayi masih di atas rata-rata nasional. Sedangkan angka gizi kurang dan gizi buruk klinis masih cukup tinggi", ujar Gubernur.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi NTT memiliki 8 agenda pembangunan utama yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, tata ruang dan lingkungan hidup, penegakan hukum, pemberdayaan masyarakat dan penuntasan kemiskinan dan masalah akibat bencana. Anggaran kesehatan di provinsi ini juga semakin ditingkatkan. Saat ini anggaran kesehatan sudah berkisar 10 persen dari APBD provinsi, kata Gubernur.

Menkes dalam sambutannya menyatakan, terwujudnya hak-hak rakyat akan penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau menjadi perhatian utama Depkes. Karena itu Menkes mengajak semua pihak untuk turut serta aktif dalam pembangunan kesehatan, karena pembangunan kesehatan tidak hanya menjadi tanggung jawab Departemen Kesehatan, ujar Menkes.

Menurut Menkes, beberapa permasalahan utama yang perlu menjadi perhatian di provinsi NTT diantaranya adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk pada bayi dan balita. Hanya 1 Kabupaten yang sudah hampir mencapai tujuan MDGs yaitu Kota Kupang. Sedangkan 15 kabupaten/kota lainnya masih memiliki masalah gizi akut dan kronis. Di samping itu masalah lain yang dihadapi NTT adalah penyakit infeksi seperti malaria, TBC, ISPA terutama pneumonia.

Menkes menegaskan, Depkes menetapkan 4 isi yang dijadikan landasan program 100 hari yaitu peningkatan pembiayaan kesehatan untuk memberikan jaminan kesehatan masyarakat, peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian MDGs, pengendalian penyakit dan penanggulanganmasalah akibat bencana dan peningkatan ketersediaan, pemerataan dan kualitas tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK), ujar Menkes.

Dalam kesempatan tersebut Menkes menyerahkan bantuan 1 unit kendaraan Promosi Kesehatan, peralatan peraga pendidikan kebidanan dan keperawatan, 1 ton makanan pendamping Air Susu Ibu (MP ASI), sarana air bersih untuk Kab. Sumba Barat, Sumba Timur dan Kab. Timur Tengah Selatan.

Dalam kesempatan yang sama di pendopo Gubernur NTT, Menkes juga menyerahkan secara simbolik Kartu Jamkesmas kepada 4 warga Kupang sebagai bentuk pelaksanaan program kerja 100 hari Depkes.

Dalam kunungannya di Kab. Kab. Sikka, Menkes mengunjungi Puskesmas Waipare tempat pertama penugasan dr. Endang R. Sedyaningsih sebagai dokter Puskesmas. Dalam kesempatan itu Menkes memberikan bantuan 1 mobil Promosi Kesehatan kepada Bupati Sikka yang diteruskan kepada Dinas Kesehatan Kab. Sikka. Juga menyerahkan media penyuluhan, peralatan medis, obat-obatan, kit bidan, MP ASI dan 1 unit mobil Puskesmas keliling kepada Kepala Puskesmas Waypare dr. Marietha L.D. Weni.

Menkes juga mengunjungi Puskesmas Bola dimana suami dr. Endang yaitu dr. Mamahid, SPOG bertugas pertama kali. Dalam kesempatan yang sama Menkes juga menyerahkan 1 unit mobil Puskesmas Keliling, media promosi kesehatan dan MP ASI kepada Kepala Puskesmas Bola Saferius Simpel.

Menkes juga mengunjungi Pos Kesehatan Desa (poskesdes) di desa Geliting Kec. Kewapanten dan penyerahan jaringan air minum Program PAMSIMAS Desa Namangjewa Kec. Kewapanten kepada masyarakat, kunjungan ke RS St. Gabriela dan RSUD dr. T.C. Hillers Maumere, Kab. Sikka.

Selama kunjungan ke Maumere Menkes didampingi anggota DPR RI Komisi IX dr. Charles Mesang, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Dirjen P2PL dan Dirjen Bina Kesmas Depkes beserta pejabat Depkes lainnya.

Pembangunan Kesehatan Diarahkan Pada Upaya Promotif dan Preventif

2

posted by | Posted in ,

 sumber : depkes.go.id

Pembangunan kesehatan ke depan diarahkan pada peningkatan upaya promotif dan preventif, disamping peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat, utamanya penduduk miskin. Peningkatan kesehatan masyarakat, meliputi upaya pencegahan penyakit menular ataupun tidak menular, dengan cara memperbaiki kesehatan lingkungan, gizi, perilaku dan kewaspadaan dini.

Hal itu disampaikan Menkes, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH. Dr. PH ketika membuka Konferensi Nasional (Konas) Promosi Kesehatan ke-5 dan Musyawarah Nasional Perkumpulan Pendidikan dan Promosi Kesehatan Indonesia (PPPKMI) pada tanggal (22/11, 2009) di Bandung.

Dalam kesempatan itu Menkes juga mengingatkan perlunya reformasi kesehatan dengan mengubah paradigma masyarakat terhadap kesehatan yang selama ini diartikan pengobatan ( kuratif ), diubah menjadi “sehat itu indah, dan sehat itu gratis”. Sehat secara gratis itu hanya ditujukan bagi penduduk yang tidak mampu, yang miskin, dan sangat miskin.

Dengan tema ”Indonesia Sehat Berbasis Perilaku” mengandung arti bahwa pembangunan kesehatan harus diimbangi dengan intervensi perilaku yang memungkinkan masyarakat lebih sadar, mau dan mampu melakukan hidup sehat sebagai prasyarat pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Untuk menjadikan masyarakat mampu hidup sehat, masyarakat harus dibekali dengan pengetahuan tentang cara-cara hidup sehat. Oleh sebab itu promosi kesehatan hendaknya dapat berjalan secara integral dengan berbagai aktivitas pembangunan kesehatan sehingga menjadi arus utama pada percepatan pencapaian MDGs dan mewujudkan jaminan kesehatan masyarakat semesta (universal coverage), ungkap Menkes.

Menkes menambahkan, promosi kesehatan sebagai suatu pendekatan yang efektif sejalan dengan pembaharuan pelayanan kesehatan dasar sebagaimana ditekankan oleh Dewan Eksekutif WHO yaitu pertama, tujuan pembangunan kesehatan diasosiasikan dengan penurunan angka kematian dan angka kesakitan. Kedua, promosi kesehatan untuk menangkal isu ketidak-adilan distribusi kesehatan yang disebabkan oleh gender, pendidikan, pekerjaan, sosial budaya, tingkat penghasilan, dan lain-lain.

Kegiatan promosi kesehatan yang mengandalkan media massa saja dirasa masih kurang menjangkau seluruh masyarakat. Selain itu, keterbatasan sumberdaya promosi kesehatan menyebabkan pemahaman yang utuh tentang promosi kesehatan hanya terbatas para pemegang program saja. Karena itu, Menkes mengajak insan promotor kesehatan memantapkan kembali pendekatan PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa ). Pendekatan ini rumusan hasil Konferensi Promosi Kesehatan Sedunia di Nairobi Oktober, 2009. Untuk memperkuat proses partisipasi pada setiap upaya kesehatan masyarakat diupayakan dengan mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih baik, positif dan produktif melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat, yang didukung oleh kebijakan publik dan sumber daya yang memadai.

Aspek promosi kesehatan berdimensi luas, maka upaya promosi kesehatan tidak cukup diemban Pusat Promosi Kesehatan Depkes saja, melainkan perlu meningkatkan kemitraan dan kerjasama multi sektor termasuk swasta dengan memperkuat kepemimpinan kesehatan dan menyempurnakan kebijakan pembangunan berwawasan sehat, tegas Menkes.

Konas diikuti 936 peserta dari kalangan ahli/pakar kesehatan masyarakat, dari daerah dan pusat, para profesional kesehatan seperti pejabat fungsional, dan pengelola program promosi kesehatan, anggota PPPKMI, unit pelayanan kesehatan (RS, Bapelkes, Puskesmas, UPT kesehatan dll), Pemda dan DPRD, pemerhati/pengamat promosi kesehatan, organisasi kemasyarakatan dan mahasiswa

Tujuan Konas Promosi Kesehatan ke-5 adalah memantapkan tanggung jawab dan kemitraan multi sektor dalam promosi kesehatan sehingga penyelenggaraan pembangunan kesehatan menerapkan paradigma sehat dan lebih menekankan pada peningkatan kesehatan bangsa.

Acara ditandai penyematan Peniti Emas oleh Menkes kepada 8 orang Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten/Kota yang berhasil menjadi pemenang pertama Kabupaten/Kota dalam 4 tahun terakhir dalam menggerakkan masyarakat untuk ber-PHBS, yaitu; Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, Kota Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Kota Jambi, Provinsi Jambi.

Menkes juga berkesempatan menyerahkan 2 buah buku, berjudul ”Perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia”, dan buku ”Promosi Kesehatan dalam Komitmen Global dari Ottawa-Jakarta-Nairobi” kepada 5 pimpinan institusi; Dekan FKM UI, Kepala Dinas Sulawesi Selatan, Komnas Anti Rokok Tulus Abadi, PPPKMI Jawa Timur, Gubernur Jawa Barat.

dr. Abidinsyah Siregar, DHSM, MKes Kepala Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI selaku Ketua Panitia menambahkan, promosi kesehatan merupakan proses politik dan sosial yang komprehensif. Kegiatan dalam promosi kesehatan tidak hanya diarahkan pada penguatan keterampilan (skills) dan kapabilitas perorangan (individu), tetapi juga diarahkan pada perubahan sosial maupun perubahan kondisi ekonomi dan lingkungan.

Dengan mengutip ungkapan Kadinkes Propinsi Jawa Barat dr. Alma Lucyana,Mkes, Msi, dr. Abidinsyah menambahkan untuk menjadikan manusia sehat dan produktif tidak cukup hanya mengupayakan akses pelayanan kesehatan saja tetapi harus seiring dengan upaya preventif dan promotif.

HIV/AIDS Memasuki Pandemi di Tingkat Global

0

posted by | Posted in

sumber : depkes.go.id

Dewasa ini HIV/AIDS sudah menjadi pandemi di tingkat global dengan berbagai dampak yang merugikan, baik dampak kesehatan, sosial ekonomi, maupun politik. Di negara yang mengalami dampak berat, seperti di negara-negara Afrika, HIV telah menurunkan harapan hidup lebih dari 20 tahun, menghambat pertumbuhan ekonomi dan memperberat kemiskinan. Sedangkan di Asia, yang prevalensi HIV-nya jauh dibawah prevalensi di negara-negara Afrika pun penurunan produktifitas akibat HIV tetap lebih besar dibanding dengan penurunan produktifitas akibat penyakit lain.

Hal itu disampaikan Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, pada acara Penggalangan Dana ”Wine, Dine and Charity Auction” Yayasan AIDS Indonesia di Hotel Intercontinental, Jakarta (30/11, 2009 ). Kegiatan ini merupakan rangkaian peringatan Hari AIDS Sedunia tanggal 1 Desember 2009.

Tema Internasional yang dipilih adalah “Akses Universal dan Hak Asasi Manusia”. Sedangkan tema nasional yang dipilih : Kerjasama masyarakat dan pemerintah mampu mempercepat pemenuhan akses informasi, pencegahan, perawatan, dukungan, dan pengobatan untuk semua.

Menurut Menkes, HIV dikhawatirkan juga akan menambah jumlah penduduk miskin di dunia menjadi 6 juta kepala keluarga sampai dengan tahun 2015, jika upaya pengendalian oleh masing masing negara tidak segera diperkuat.

Laju infeksi HIV pun masih terus meningkat di beberapa negara, seperti di Jerman, Mozambique, Rusia, Ukraina, dan Inggris. Sementara itu prevalensi HIV juga masih sangat tinggi di Lesotho, Namibia, Afrika Selatan dan Swaziland, ujar dr. Endang R. Sedyaningsih.

Menurut WHO, wilayah Asia-Pasifik memikul beban terberat kedua setelah Afrika, dengan perkiraan jumlah ODHA sebesar 4,9 juta dan 95% di antaranya berada di 9 negara Asia, yaitu: Cambodia, China, India, Indonesia, Myanmar, Nepal, Papua New Guinea (PNG), Thailand, dan Vietnam. Sedangkan, laju epidemi HIV di Indonesia saat ini dinyatakan sebagai “the fastest growing epidemic in Asia” oleh WHO dan UNAIDS, kata Menkes.

Walaupun masalah yang ditimbulkan oleh HIV terus meningkat, sebetulnya sejak dideklarasikannya Komitmen Global tentang HIV/AIDS (Declaration of Global Commitment on HIV/AIDS) tahun 2001, telah banyak upaya yang dilakukan masyarakat dunia. Dimulai dengan diluncurkannya program “3 by 5” yang kemudian menjadi Universal Access dan hasilnya adalah menurunkan angka kematian AIDS. Dampak dari meningkatnya akses terhadap pengobatan ARV ini adalah laju infeksi HIV per tahun di dunia telah turun dari 2,2 juta kematian per tahun pada tahun 2005 menjadi 2 juta pada tahun 2007, tambah Menkes.

Dr. Endang R. Sedyaningsih mengatakan, momentum peringatan HAS merupakan suatu kesempatan istimewa untuk menunjukkan komitmen dan kepedulian dalam mewujudkan: Masyarakat Indonesia yang hidup sehat dan rendah risiko penularan HIV, serta menciptakan masyarakat yang berperilaku hidup sehat dan responsif dalam kegiatan pengendalian penularan HIV dan penanganan AIDS.

Untuk meningkatkan akses universal mutlak diperlukan kerjasama yang sinergis antara masyarakat, pemerintah, swasta – termasuk dunia usaha - untuk bersama-sama melakukan upaya penanggulangan AIDS yang komprehensif agar mempercepat pencapaian akses informasi, pencegahan dan pengobatan untuk mereka yang membutuhkan. Acara ”Wine, Dine and Charity Auction” ini merupakan contoh yang baik dari usaha bersama berbagai komponen masyarakat dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Tanah Air, kata Menkes.

Upaya pencegahan lebih ke hulu yang lebih cost efficient juga harus lebih digencarkan dengan menggalakkan berbagai upaya pencegahan perilaku berisiko terhadap penularan IMS dan HIV di berbagai kelompok masyarakat. Mulai dari generasi muda sampai ke pekerja di berbagai tatanan. Seperti tatanan tempat kerja, tatanan umum, tatanan sarana kesehatan, dan tatanan rumah tangga.

Beberapa aktifitas yang dapat dilakukan untuk mendukung upaya pencegahan adalah: 1) Upaya meningkatkan nilai-nilai agama dan norma kemasyarakatan untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga; 2) Melaksanakan gerakan nasional yang sinergis dan bersifat lintas sektor bersama komponen lain, seperti LSM agama, Ormas, dan Profesi. 3) Memperpadukan promosi perilaku hidup sehat dengan pencegahan penyakit, pengobatan dan perawatan serta dukungan terhadap ODHA, imbuh Menkes.

Berdasarkan laporan Surveilans AIDS Depkes RI hingga September 2009, jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 18.442 orang dan kumulatif HIV hingga Juni 2009 mencapai 28.260 orang.

Adapun cara penularan kasus AIDS adalah Heteroseks 49,7%, IDU 40,7%, homoseks 3,4%, perinatal 2,5%. Sedangkan penyebab penularan HIV adalah IDU 52,18%, Waria 25,89%, partner risiko tinggi 15,83%.