rss
twitter

Cukai Rokok Dinaikkan, Berpengaruh ke Kesehatan

3

posted by | Posted in , | Posted on

Sumber : koran.kompas.com

Jakarta, Kompas - Kenaikan cukai rokok memang tidak serta-merta menghentikan kebiasaan para perokok dewasa, tetapi hal itu bisa efektif untuk menghentikan perokok pemula. Karena itu, kenaikan cukai rokok akan berpengaruh pada kesehatan masyarakat. Demikian dikatakan Ketua Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sonny Harry B Harmadi di Jakarta, Jumat (28/8).

Rokok yang dijual murah, bahkan dapat dibeli secara eceran, membawa dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah menyimpulkan bahwa konsumsi rokok akan meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit berbahaya, seperti penyakit jantung, stroke, paru, serta berbagai kanker, misalnya kanker mulut, tenggorokan, kandung kemih, bibir, pipi, lidah, pankreas, esofagus, dan leher rahim.

”Ke depan, Indonesia akan menghadapi penyakit-penyakit tidak menular seperti ini,” kata Yusharmen, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan.

Konsultan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Sarah Barber menilai, rumitnya persoalan cukai tembakau akan mengganjal upaya pembangunan kesehatan.

Suahasil Nazara, Kepala Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi UI, menegaskan kaitan kuat antara kesehatan masyarakat dan kesehatan ekonomi. Masyarakat yang sehat akan mampu menjadi agen ekonomi yang kuat.

Pulang dari Argentina, Presiden Kolombia Terserang Flu Babi

2

posted by | Posted in ,


Alvaro Uribe (Foto: AFP)
Sumber : detik.com

Jakarta - Presiden Kolombia Alvaro Uribe terserang virus flu A H1N1 atau flu babi. Namun, kondisinya dilaporkan makin membaik.

Uribe mulai terkena gejala flu pada Sabtu 29 Agustus setelah kembali dari pertemuan regional di Argentina. Berdasarkan hasil pemeriksaan, dia dikonfirmasi positif terserang virus A H1N1.

"Presiden akan melanjutkan bekerja, dan dia akan dikarantina untuk beberapa saat sebagai langkah penyembuhan," kata Juru Bicara Kepresidenan Kolombia, Cesar Velasquez seperti ditulis AFP, Senin (31/8/2009).

Velasquez menambahkan, pemerintah Kolombia berpesan kepada para pemimpin negara lain yang mengikuti pertemuan di Argentina untuk memeriksa jika ada yang merasa kurang sehat.

"Semua orang dan pemimpin pemerintahan yang pernah berhubungan dengan Presiden sedang diberi tahu," terang Velasquez.

Di Kolombia sendiri sebanyak 34 orang meninggal akibat flu babi. Total ada 621 warga negara Kolombia yang terinfeksi virus flu mematikan tersebut. (irw/nrl)

Perlu Keterwakilan Perempuan di Kabinet

0

posted by | Posted in , | Posted on

Sumber : okezone.com

Keterwakilan perempuan diharapkan tidak hanya di legislatif saja, namun perlu diterapkan di kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk periode 2009-2014 mendatang."Saya harap keterwakilan tidak hanya di anggota dewan saja, tetapi untuk di kabinet SBY mendatang juga harus ada keterwakilan perempuan," ujar Siti Zuhro peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kepada okezone, Minggu (30/8/2009).

Posisi menteri perempuan, kata dia, bisa diambil dari kalangan profesional dan partai politik. Misalnya, imbuh dia, Sri Mulyani masih tetap memegang posisi Menteri Keuangan dan Siti Fadilah Supari tetap menjadi Menteri Kesehatan.

"Kalau untuk orang-orang baru yang diusulkan publik untuk memegang posisi Menteri, ada Menteri Dalam Negeri oleh Siti Nurbaya. Dirjen Migas Departemen ESDM, Evita Herawati Legowo, sebagai Menteri ESDM, dan Menristek Marwah Daud Ibrahim," tuturnya.

Diharapkan kebinet yang akan bekerja membangun Indonesia dalam waktu lima tahun ke depan dapat bekerja dengan maksimal dan berani melakukan trobosan-terobosan baru guna menggolkan program-program kerja SBY-Boediono. (ton)/ foto : http://www.medindia.net/afp

Paling Minim, Jakarta Harus Punya 25 Stasiun Pemantauan Kualitas Udara

0

posted by | Posted in

Sekalipun dalam masa Ramadhan, masyarakat masih antusias mengisi Hari Bebas Kendaraan Bermotor dengan berolah raga, sebagaimana tampak di Bundaran Hotel Indonesia (30/8).
JAKARTA, KOMPAS.com — Supaya kualitas udara terus dikontrol, paling tidak di Jakarta harus mempunyai 25 stasiun pemantauan kualitas udara. "Namun kita punya lima. Tiga di antaranya rusak, dua beroperasi dan satu akan dibangun tahun ini di sekitar Bundaran Hotel Indonesia," kata Peni Susanti, Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Propinsi DKI Jakarta (BPLHD), Minggu (30/8).

Stasiun yang beroperasi itu ada di Senayan Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Selain itu, ada 1 mobil pemantauan kualitas udara yang berada di depan Departemen ESDM. "Tujuan dari alat ini adalah untuk mengetahui kualitas udara tiap harinya, sebagai acuan untuk membuat kebijakan," ucap Peni.

Dari pemantauan tersebut, menurut Peni, pihaknya bekerja sama dengan pihak terkait bisa menerapkan suatu kebijakan, seperti pengurangan penggunaan kendaraan bermotor, uji emisi ataupun penghijauan. "Yang kami pikirkan akan bekerja sama dengan Dinas Perhubungan dan urban regional development institute yang melakukan evaluasi kualitas udara Jakarta," tutur Peni.

Tiap 6,5 detik Seorang Meninggal karena Rokok!

1

posted by | Posted in , | Posted on

Sumber : Kompas.com

Dampak rokok terhadap kesehatan semakin meresahkan. 6 dari 10 pelajar sudah terpapar rokok. Tembakau menyebabkan 1 dari 10 kematian orang dewasa di seluruh dunia. Total kematian akibat rokok sekitar 5,4 juta tahun 2006.

"Dengan kata lain 1 kematian tiap 6,5 detik," kata Dr. Yusharmen DComm. MSc, Direktur Pengendalian Penyakit tidak Menular Ditjen PP&PL Departemen Kesehatan, dalam sebuah lokakarya di Jakarta, Jumat (28/8).

Menurut Yusharmen, tembakau sebagai penuebab utama kematian di dunia bisa dicegah. Dengan demikian prediksi bahwa kematian pada tahun 2020 akan mendekati 2 kali jumlah kematian saat ini tidak akan terjadi.
"Saat ini ada 900 juta perokok dunia, atau 84 persen, hidup di negara-negara berkembang atau transisi ekonomi termasuk Indonesia," ucap Yusharmen. Menghadapi persoalan ini, pihaknya mengimbau agar pemerintah, komunitas dan keluarga menyadari bahwa pengendalian masalah rokok sebagai masalah bersama. "Sasarannya adalah menyelamatkan mereka yang berisiko rokok, seperti anak-anak, remaja dan ibu hamil," tuturnya.

Depkes Terjunkan Tim Tangani KLB Diare di Bogor

1

posted by | Posted in , ,

Untuk membantu penanganan kejadian luar biasa (KLB) Diare di Kec. Cisarua, Caringin dan Cigudeg, Kab. Bogor, Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Departemen Kesehatan mengirimkan tim ( Sub Dit Diare, Sub Dit Surveilans dan Penyehatan Lingkungan) ke lokasi terjadinya KLB dengan membawa serta bantuan logistik dan obat-obatan yang dibutuhkan. Tim akan berangkat hari Sabtu, tanggal 29 Agustus 2009.


Sampai dengan tanggal 27 Agustus 2009, berdasarkan pemantauan yang dilakukan Sub Direktorat Surveilans Epidemiologi Ditjen P2PL Depkes terjadi kejadian luar biasa (KLB) Diare di Kec. Cisarua (154 orang), Kec. Caringin (41 orang) dan Kec. Cigudeg (147 orang) dengan jumlah kasus 342 orang. Para penderita telah memperoleh pelayanan pengobatan masing-masing rawat inap di RS. M Gunawan Parto Widigdo Cisarua, rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas Cisarua serta rawat jalan di Puskesmas Cibulan, kata Drg. Tri Wahyu Harini, MM, Mkes, Kepala Dinas Kesehatan Kab. Bogor.

Menurut Tri Wahyu, untuk mempercepat pengobatan para penderita Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor juga mendirikan Posko Penanggulangan Diare di Puskesmas Cisarua, droping obat-obatan dan logistik, pelacakan penderita baru, kaporisasi sumber air bersih, koordinasi dengan RS. M Gunawan Parto Widigdo Cisarua, penyuluhan tentang perilaku hidup bersih (PHBS) mengenai pencegahan dan penanganan penyakit diare serta monitoring perkembangan kasus.

Balita 4 Bulan Berhasil Operasi Hernia

2

posted by | Posted in , | Posted on

Sumber : depkes.go.id

Tim medis Rumah Sakit Umum Persahabatan yang dipimpin dr. Julli N Kasie Sp.A berhasil melakukan operasi Hernia Diafragmatika tipe Morgagni’s terhadap Lulu Sekar Rahayu (4 bulan) anak pasangan suami istri Ny. Yanti (28 th) dan Tn. Juwatin (28 th) pada tanggal 13 Agustus di Jakarta.

Hal itu disampaikan dr. Clemen Manyahori Sp.Paru, Direktur Pelayanan Medik Rumah Sakit Umum Persahabatan pada jumpa pers tanggal 21 Agustus 2009 di RS Persahabatan. Menurut dr. Clemen, dalam menjalankan tugasnya dr. Julli N Kasie, Sp.A, dibantu dr. Agung Wibawanto, Sp.BKTV, dr. M. Arman Sp. BKTV, dr. Jalil, Sp.An, dr. Renis Sp.Rad dan dr. Emma Nurhema Sp.A.

Kelainan kongenital Hernia Diafragmatika Morgagni’s adalah kelainan bawaan pada organ diafragma, yaitu adanya lubang pada diafragma yang mengakibatkan isi rongga perut seperti lambung, usus dan hati masuk (terhisap) ke dalam rongga dada sebelah kiri sepanjang 6 cm.

Kasus ini pertama kali terjadi di RS Persahabatan dan jarang terjadi di Indonesia. Angka kesakitannya 1 per 100.000 kelahiran dengan total kasus berkisar (3 - 4 %), ungkap dr. Agung.

Ditambahkan, tim dokter memutuskan untuk segera melakukan tindakan operasi meskipun berat badan bayi dibawah normal akibat dari asupan makanan yang rendah karena lambung tidak dapat menampung makanan dalam jumlah sewajarnya. Jika operasi tidak segera dilakukan dikhawatirkan akan semakin memperburuk kondisi dari si bayi, tegas dr. Agung.

Ketika lahir pada 29 Maret 2009, Lulu ditolong bidan berada dalam kondisi normal dengan berat badan 3 kg dan panjang badan 50 cm. Pada 24 Juli 2009 pukul 12.30, ia dibawa ke rumah sakit dalam kondisi kurang baik, disertai batuk berulang, sesak napas, napas cepat, wajah membiru dan status gizi buruk (BB 3,8 kg/58 cm), ungkap Ketua tim medis RS Persahabatan.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan gambaran infeksi pada kedua paru-paru dan didapati adanya gambaran usus dan isi perut yang berada di dalam rongga dada. Hasil laboratorium darah menunjukkan adanya gambaran infeksi serius sehingga didiagnosis sebagai gangguan saluran pernapasan yang berat yaitu pneumonia, adanya hernia diafragmatika dan kegagalan pertumbuhan. Selama 19 hari sesudah kedatangan ke rumah sakit, dilakukan upaya penanganan keadaan umum pasien yang kemudian dilanjutkan dengan operasi untuk menurunkan isi rongga perut ke kembali ke tempat yang seharusnya, kata dr. Julli.

Pasca operasi dilakukan perawatan intensif terhadap bayi Lulu, diantaranya yaitu melakukan pencegahan infeksi, memberikan terapi sesuai program, memberikan PASI dan ASI, dan mengganti balutan luka operasi sesuai protab yang berlaku.

37 Bidan Baru Dilantik

2

posted by | Posted in ,

Sumber : Depkes.go.id

Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDM) Depkes dr. Bambang Giatno, MPH mengatakan salah satu arah pembangunan kesehatan adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, dengan sasaran: 1.Menurunnya angka kematian bayi, 2.Menurunnya angka kematian ibu, 3.Menurunnya angka prevalensi gizi kurang pada anak Balita serta 4.Meningkatnya umur harapan hidup. Untuk meningkatkan akses tersebut, tenaga kesehatan khususnya bidan merupakan salah satu faktor penentu dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan.

Hal tersebut disampaikan saat mewisuda 37 bidan di aula Badan PPSDM Kesehatan Jakarta, Jum’at 21 Agustus 2009. Wisuda ini merupakan tindak lanjut kemitraan Provinsi Kalimantan Barat dengan Poltekkes Depkes Jakarta III yang dipercaya untuk mendidik 40 orang putra daerah Kabupaten Ketapang, dimana 37 orang diantaranya dinyatakan lulus. Pada acara wisuda ini terdapat 3 orang yang menjadi lulusan terbaik yaitu; 1.Elly Oktaviani, dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3.50, 2.Sannoriyanti Ola, IPK 3.41 dan 3.Windya Astuti, IPK 3.29.
Dalam sambutannya Ka. Badan PPSDM juga mengucapkan selamat kepada para wisudawati atas keberhasilan mereka dalam menyelesaikan pendidikan dan juga kepada orangtua/keluarga yang telah mendukung mereka.

Pada kesempatan itu diserahkan juga SK Menteri Kesehatan tentang pengangkatan bidan sebagai PTT untuk ditempatkan di Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara, Provinsi Kalimantan Barat. Dengan demikian, para wisudawati yang baru dilantik dapat langsung dibuatkan SK Bidan PTT dan ditempatkan di lokasi yang memerlukan serta bisa mulai bekerja sejak tanggal 1 September 2009. Para wisudawati tersebut diharapkan dapat didayagunakan oleh Pemkab Ketapang, sesuai dengan tugas dan kewenangannya sebagai tenaga bidan.

Hadir pada acara ini Kepala Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes) Depkes, dr. Setiawan Soeparan, MPH, Kepala Biro Kepegawaian Depkes, dr. S.R. Mustikowati, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dr. Subuh, Sekretaris Daerah Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat, Drs. H. Bachtiar, serta orangtua/keluarga dari para wisudawati.

Legiun Veteran Beri Penghargaan Atas Kegigihan Menkes di Forum Internasional

4

posted by | Posted in ,

Sumber : depkes.go.id

Menteri Kesehatan RI Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) menerima bintang penghargaan dari Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI yang diberikan oleh Ketua Umum DPP LVRI Letjen TNI (Purn.) Rais Abin pada Senin, 24 Agustus 2009 bertempat di kediaman Menkes, Jakarta.

Bintang penghargaan ini diberikan karena Menkes berjasa secara luar biasa untuk perkembangan dan kemajuan LVRI, dalam hal ini adalah kegigihan Menkes dalam memperjuangkan kedaulatan bangsa Indonesia di forum internasional yang sesuai dengan dharma LVRI. Bintang penghargaan tersebut diberikan berdasarkan Surat Keputusan LVRI No. Skep-19/MBLV/IX/04/2009 tentang Penetapan Penganugerahan Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia.

Siti Fadilah mengatakan bahwa ia merasa sangat tersanjung karena diberikan penghargaan oleh LVRI karena dihargai sebagai seorang pejuang walaupun ia bukan berasal dari kalangan militer. Siti memohon doa mudah-mudahan Allah SWT masih memperkenankan ia terus berjuang demi negara ini karena masih banyak tugas yang belum selesai dengan tuntas, contohnya mengenai NAMRU. Rais Abin mengatakan, Menkes juga dinilai berhasil meningkatkan efisiensi jaminan kesehatan bagi masyarakat termasuk para veteran, serta berani dalam menentang hegemoni negara maju di WHO dan juga NAMRU. Lebih lanjut Rais Abin juga mengharapkan agar Menkes menindaklanjuti SK Menkes No. 812 tahun 2007 tentang Kebijakan Perawatan Paliatif dengan secepatnya mengeluarkan petunjuk pelaksanaan (juklak) agar para pelaksana di lapangan (hospice) dapat lebih efektif dalam menjalankan tugasnya.

Sudah 6 Orang Meninggal Akibat H1N1

3

posted by | Posted in ,

Posted from : depkes.go.id

Hari ini ( 25/o08/09 ) Badan Li.tbangkes Depkes melaporkan hasil konfirmasi laboratorium positif influenza A H1N1 sebanyak 28 orang, 1 orang diantaranya meninggal dunia. Ia adalah seorang anak dari Jawa Timur meninggal dengan faktor risiko pneumonia dan hasil laboratorium menunjukkan H1N1 positif. Dengan demikian secara kumulatif kasus positif influenza A H1N1 berjumlah 1.033 orang, 6 orang diantaranya meninggal tersebar di 24 provinsi kata Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P (K), MARS, Dirjen P2PL Depkes.

Prof. Tjandra menjelaskan, penyakit influenza A H1N1 ditularkan melalui kontak langsung dari manusia ke manusia lewat batuk, bersin atau benda-benda yang pernah bersentuhan dengan penderita, karena itu penyebarannya sangat cepat namun dapat dicegah.

Cara yang efektif untuk mencegah yaitu menjaga kondisi tubuh tetap sehat dan bugar yakni makan dengan gizi seimbang, beraktivitas fisik/berolahraga, istirahat yang cukup dan mencuci tangan pakai sabun. Selain itu, bila batuk dan bersin tutup hidung dengan sapu tangan atau tisu. Jika ada gejala Influenza minum obat penurun panas, gunakan masker dan tidak ke kantor/sekolah/tempat-tempat keramaian serta beristirahat di rumah selama 5 hari. Apabila dalam 2 hari flu tidak juga membaik segera ke dokter, ujar Prof. Tjandra. Upaya kesiapsiagaan tetap dijalankan pemerintah yaitu: penguatan Kantor Kesehatan Pelabuhan (thermal scanner); penyiapan RS rujukan; penyiapan logistik; penguatan pelacakan kontak; penguatan surveilans ILI; penguatan laboratorium, komunikasi, edukasi dan informasi dan mengikuti International Health Regulations (IHR).

Disamping itu juga dilakukan community surveilans yaitu masyarakat yang merasa sakit flu agak berat segera melapor ke Puskesmas, sedangkan yang berat segera ke rumah sakit. Selain itu, clinical surveilans yaitu surveilans severe acute respiratory infection (SARI) ditingkatkan di Puskesmas dan rumah sakit untuk mencari kasus-kasus yang berat. Sedangkan kasus-kasus yang ringan tidak perlu dirawat di rumah sakit, tambah Prof. Tjandra.

Depkes Janji Tindaklanjuti Keluhan Bidan Sumsel

3

posted by | Posted in , | Posted on

Sumber : jpnn.com

Departemen Kesehatan akhirnya memberikan respon positif terhadap aksi unjuk rasa yang dilakukan sejumlah Bidan lulusan Akademi Kebinanan (Akbid) Nusantara Palebang, Sumatera Selatan. Lembaga yang dipimpin Siti Fadillah SUpari tersebut berjanji akan menindaklanjuti permasalahan yang dihadapi para bidan terkait tidak dikeluarkannya Surat Izin Bidan (SIB) terhadap 52 bidan oleh Dinkes Provinsi Sumatera Selatan.

Hal itu didapat setelah dilakukan pertemuan antara perwakilan Akbid Nusantara yang berdemo dengan Depkes yang diwakili oleh Kepala Pusat Komunikasi Publik Depkes dr Lilik Sulistyo. "Kita sudah menampung aspirasi dari mereka, dan hari ini kita akan menyampaikan surat tentang kondisi di lapangan kepada Menkes Siti Fadillah," terang Kasubid Pendapatan Umum Pusat Komunikasi Publik Isti yang ditemui di Gedung Depkes di Jalan H Rasuna Said, Kuningan, Jakarta (24/8).

Ia menjelaskan, tindak lanjut tersebut dengan meminta penjelasan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. Namun, pihaknya tidak bisa
secara langsung mengeluarkan SIB karena itu kewenangan dari Dinas Kesehatan provinsi tersebut.

Sementara, Wakil Direktur Yayasan Akbid Nusantara Palembang dr Dollar mengatakan pihaknya akan terus menanti perkembangan permasalahan tersebut,dan besok pihaknya akan kembali datang untuk mencari informasi.

"Kita akan tunggu Menkes sampai menuntaskan masalah ini dan tidak akan pulang ke Palembang sampai 31 Agustus," kata dia.

Terpisah, Yanni, salah seorang lulusan Akbid Nusantara, mengaku, dengan tidak adanya SIB maka dirinya tidak akan bisa membuka praktik bidan, kendati ia telah bekerja di rumah sakit.

Seperti diketahui, puluhan bidan dari Akademi Kebidanan (Akbid) Nusantara Palembang Sumatera Selatan berunjuk rasa di Gedung Departemen Kesehatan (Depkes) RI. Mereka ngeluruk ke Depkes karena sebanyak 52 bidan lulusan 2008 belum mendapatkan Surat Izin Bidan (SIB) dari Dinkes Provinsi Sumsel.

Menurut Koordinator Lapangan Budi Setyawan, Dinkes Provinsi Sumsel belum mau menerbitkan SIB dengan alasan surat BPP-SDM Kesehatan Tanggal 27 Juli 2005 No DL 02.013.1.0287 yang mengaruskan bidan mengikuti ujian kompetensi padahal surat tersebut sudah dicabut dengan surat BPP-SDM Kesehatan Tanggal 6 Januari 2006 No DL.02.01.3.1.05008. Sebelumnya para lulusan bidan itu telah mengajukan izin sesuai dengan Kepmen 900 Tahun 2002 Tentang Registrasi dan Praktik Bidan.(mas/JPNN)

Menkes Dianugerahi Gelar 'Permaisuri Emas'

3

posted by | Posted in ,

Posted from : depkes.go.id

Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) menerima penghargaan sebagai Prada Prameswari dalam acara penganugerahan Prada Prameswari Indonesia di Hotel Four Seasons Jakarta, Jum’at (14/8/2009).

Penganugerahan Prada Prameswari ini diselenggarakan Mustika Ratu Group sebagai wujud kepedulian Mustika Ratu selaku perusahaan jamu dan kosmetika nasional yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi budaya bangsa Indonesia. Prada Prameswari sendiri bisa diartikan sebagai “Permaisuri Emas”, namun yang dimaksudkan disini bukan permaisuri sebagai istri raja. Prada Prameswari dicitrakan sebagai sosok perempuan Indonesia yang cantik, anggun, bijaksana, cerdas, dicintai serta dikagumi keluarga maupun masyarakat.

Menkes mendapatkan penghargaan atas dedikasi, kerja keras dan keberaniannya dalam bekerja sebagai pribadi, ibu rumah tangga dan juga pejabat negara. Prestasi Siti yang banyak dikagumi terutama dalam kiprahnya sebagai Menteri Kesehatan yang banyak menghasilkan program-program kesehatan yang pro rakyat, keberaniannya dalam memerintahkan penutupan NAMRU di Indonesia serta menggugat WHO dalam virus sharing Flu Burung.

Dalam sambutannya Siti Fadilah mengucapkan syukur Alhamdulillah dan terima kasih karena dipilih oleh masyarakat sebagai salah satu perempuan yang dianggap layak disebut Prada Prameswari. Siti mengaku merasa kaget bisa terpilih, dan ia berharap semoga penghargaan ini bisa menjadi cambuk baginya agar bisa menjadi perempuan yang mandiri, inovatif dan produktif untuk membangun bangsa masa di masa depan.

Berdasarkan polling yang dilakukan melalui majalah Femina dan tabloid Nyata selama Januari – Maret 2009, terpilih 8 orang perempuan Indonesia yang dianggap masyarakat layak disebut sebagai Prada Prameswari. Mereka adalah Ani Bambang Yudhoyono - Ibu Negara RI, Siti Fadilah Supari - Menteri Kesehatan RI, Hartati Murdaya - Pengusaha Wanita, Kristina Akbar Tanjung - Penggiat Budaya, Widyawati Sophiaan - Aktris Film, Titiek Puspa - Artis Penyanyi, Artika Sari Devi - Aktris Film Presenter, serta Nurul Arifin - Artis ,Politisi Wanita.

4 Bulan, Pasien H1N1 Tembus Angka 1.000

2

posted by | Posted in ,

Posted from : depkes.go.id

Hanya dalam jangka waktu tak lebih dari empat bulan, pasien positif H1N1 tembus ke angka 1.000 orang. Badan Litbangkes Depkes tanggal 23 Agustus 2009 melaporkan hasil konfirmasi laboratorium positif influenza A H1N1 sebanyak 57 orang, 1 orang diantaranya meninggal dunia. Ia adalah seorang pria 21 tahun dari Jawa Barat meninggal dengan gangguan pernapasan berat dan hasil laboratorium menunjukkan H1N1 positif. Dengan demikian secara kumulatif kasus positif influenza A H1N1 berjumlah 1.005 orang tersebar di 24 provinsi kata Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P (K), MARS, Dirjen P2PL Depkes.


Prof. Tjandra menjelaskan, penyakit influenza A H1N1 ditularkan melalui kontak langsung dari manusia ke manusia lewat batuk, bersin atau benda-benda yang pernah bersentuhan dengan penderita, karena itu penyebarannya sangat cepat namun dapat dicegah.
Cara yang efektif untuk mencegah yaitu menjaga kondisi tubuh tetap sehat dan bugar yakni makan dengan gizi seimbang, beraktivitas fisik/berolahraga, istirahat yang cukup dan mencuci tangan pakai sabun. Selain itu, bila batuk dan bersin tutup hidung dengan sapu tangan atau tisu. Jika ada gejala Influenza minum obat penurun panas, gunakan masker dan tidak ke kantor/sekolah/tempat-tempat keramaian serta beristirahat di rumah selama 5 hari. Apabila dalam 2 hari flu tidak juga membaik segera ke dokter, ujar Prof. Tjandra.

Upaya kesiapsiagaan tetap dijalankan pemerintah yaitu: penguatan Kantor Kesehatan Pelabuhan (thermal scanner dan Health Alert Card wajib diisi); penyiapan RS rujukan; penyiapan logistik; penguatan pelacakan kontak; penguatan surveilans ILI; penguatan laboratorium, komunikasi, edukasi dan informasi dan mengikuti International Health Regulations (IHR).

Disamping itu juga dilakukan community surveilans yaitu masyarakat yang merasa sakit flu agak berat segera melapor ke Puskesmas, sedangkan yang berat segera ke rumah sakit. Selain itu, clinical surveilans yaitu surveilans severe acute respiratory infection (SARI) ditingkatkan di Puskesmas dan rumah sakit untuk mencari kasus-kasus yang berat. Sedangkan kasus-kasus yang ringan tidak perlu dirawat di rumah sakit, tambah Prof. Tjandra.

Menkes Pertanyakan Cara Pemda Tentukan Peserta Jamkesmas

1

posted by | Posted in ,

Posted from : depkes.go.id

“Saya tidak tahu bagaimana pimpinan daerah dalam menentukan orang miskin yang seharusnya memperoleh Jamkesmas, tetapi tidak mendapatkanya”, ujar Menkes Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) ketika meresmikan program Sosial Kemasyarakatan Jalinan Kasih RCTI di halaman RCTI Kebon Jeruk, Jakarta tanggal 19 Agustus 2009.

Menkes menyatakan terkejut mendengar laporan bahwa selama 8 kali Program Jalinan Kasih RCTI dilaksanakan telah melakukan operasi sebanyak 1.860 orang dengan bermacam-macam kelainan. Barangkali diantara pasien yang memerlukan operasi ini juga peserta Jamkesmas. “ Mereka ini tergolong miskin tidak, tetapi kaya juga tidak “ ujar Menkes.

“Saya atas nama pemerintah mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kepedulian RCTI dalam membantu program pemerintah. Saat ini pemerintah mempunyai program Jamkesmas yaitu pelayanan kesehatan gratis untuk masyarakat miskin. Seharusnya semua orang miskin sudah tertampung dalam program ini, tetapi kenyataannya masih banyak warga yang membutuhkan operasi bibir sumbing, hernia dan katarak belum tertampung program Jamkesmas”.

Menkes berharap selain RCTI, perusahaan swasta lainnya juga mempunyai program serupa untuk menolong masyarakat kita yang kurang beruntung.

Sementara itu Hary Tanoesoedibjo, Presiden & CEO Global Mediacom sekaligus Dewan Pembina Jalinan Kasih RCTI mengatakan, program Jalinan Kasih ini sudah delapan kali diadakan. Pada bakti sosial ke-8 ini dilakukan operasi sebanyak 174 pasien terdiri dari 54 pasien hernia, 57 pasien katarak dan 55 pasien bibir sumbing. Mereka berasal tidak saja dari Jabodetabek, tetapi juga Tegal, Purworejo bahkan dari Flores. Pasien bibir sumbing dan hernia adalah pasien anak-anak berusia minimal 3 bulan untuk bibir sumbing dan maksimal 12 tahun bagi penderita hernia. Sementara untuk operasi katarak ditujukan bagi pasien usia dewasa.

Di usianya yang menginjak dua dasawarsa, RCTI melalui Jalinan Kasih terus meningkatkan program kemasyarakatan bidang kesehatan. Dalam bakti sosial ini Jalinan Kasih RCTI bekerja sama dengan RS Mata AINI dan RS Royal Progress Sunter, ujar Hary.

Mewaspadai Mie Beracun

1

posted by | Posted in , | Posted on

Agaknya jarang sekali kita temui orang yang belum pernah mengkonsumsi mie. Mi telah lama dikenal dan dikembangkan oleh masyarakat Cina dan Jepang sejak 5000-an tahun yang lalu. Bangsa Asia, khususnya masyarakat Indonesia telah menganggap mi sebagai salah satu makanan pokok. Berdasarkan jenisnya, mi digolongkan menjadi tiga, yaitu mi basah, mi kering, dan mi instan. Di Indonesia, mi instan merupakan salah satu jenis mi yang populer. Rasanya yang lezat serta proses penyajian yang mudah dan cepat membuat mi instan digemari dan berpotensi besar sebagai salah satu bahan makanan substitusi parsial bagi makanan pokok beras. Mi instan yang sudah dikenal masyarakat tentu saja mempunyai efek bagi kesehatan manusia.


Mi instan belum dapat dianggap sebagai makanan penuh (wholesome food) karena belum mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang bagi tubuh.

Mi yang terbuat dari terigu mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi kandungan protein, vitamin, dan mineralnya hanya sedikit. Namun, sifat karbohidrat dalam mi berbeda dengan sifat yang terkandung di dalam nasi. Sebagian karbohidrat dalam nasi merupakan karbohidrat kompleks yang memberi efek rasa kenyang lebih lama. Sedangkan karbohidrat dalam mi instan sifatnya lebih sederhana sehingga mudah diserap. Akibatnya, mi instan memberi efek lapar lebih cepat dibanding nasi.

Pemenuhan kebutuhan gizi mi instan dapat diperoleh jika ada penambahan sayuran dan sumber protein. Jenis sayuran yang dapat ditambahkan adalah wortel, sawi, tomat, kol, atau tauge. Sumber proteinnya dapat berupa telur, daging, ikan, tempe, atau tahu.Satu takaran saji mi instan yang berjumlah 80 gram dapat menyumbangkan energi sebesar 400 kkal, yaitu sekitar 20% dari total kebutuhan energi harian (2.000 kkal). Energi yang disumbangkan dari minyak berjumlah sekitar 170-200 kkal. Hal lain yang kurang disadari adalah kandungan minyak dalam mi instan yang dapat mencapai 30% dari bobot kering. Hal tersebut perlu diwaspadai bagi penderita obesitas atau mereka yang sedang menjalani program penurunan berat badan.

Kelemahan dari konsumsi mi instan adalah kandungan natriumnya yang tinggi. Natrium yang terkandung dalam mi instan berasal dari garam (NaCl) dan bahan pengembangnya. Bahan pengembang yang umum digunakan adalah natrium tripolifosfat, mencapai 1% dari bobot total mi instan per takaran saji. Natrium memiliki efek yang kurang menguntungkan bagi penderita maag dan hipertensi. Bagi penderita maag, kandungan natrium yang tinggi akan menetralkan lambung, sehingga lambung akan mensekresi asam yang lebih banyak untuk mencerna makanan. Keadaan asam lambung yang tinggi akan berakibat pada pengikisan dinding lambung dan menyebabkan rasa perih. Sedangkan bagi penderita hipertensi, natrium akan meningkatkan tekanan darah karena ketidakseimbangan antara natrium dan kalium (Na dan K) di dalam darah dan jaringan. Natrium Carbonat ini dapat memicu tekanan darah bagi yang mengkonsumsi dalam jumlah yang berlebihan.

Kelemahan lain mi instan adalah tidak dapat dikonsumsi oleh penderita autisme. Hal tersebut disebabkan karena mi instan mengandung gluten, substansi yang tidak boleh dikonsumsi oleh penderita autisme.Menurut seorang ahli gizi klinik, Juniarta Alidjaja, orang yang kebanyakan makan mi instan tanpa diimbangi makanan berserat berpotensi mengalami gangguan kesehatan. Hal ini karena mi mengandung karbohidrat sederhana, lemak, dan kadar natrium tinggi.

Kandungan yang berbahaya lainnya yang terdapat dalam mi instan adalah sodium glutamat yang mendominasi juga dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan pewarna kuning (tartrazin) yang terdapat dalam mi instan lebih berbahaya bagi kesehatan. Pewarna tersebut bisa membuat kekambuhan pada penderita penyakit asthma dan efek-efek negatif lainnya pada kesehatan seperti kanker dan penyakit lambung lainnya..Selain itu dalam mi instan terdapat juga bahan pengawet dan MSG yang dapat memicu timbulnya penyakit kanker jika dikonsumsi secara belebihan.

Sering makan mie instant tidak baik untuk kesehatan. Hal ini dapat menyebabkan rambut sering rontok, kanker usus, ginjal batu, gagal ginjal, dan mungkin bisa penyakit lainnya. Makan mie instant itu berbahaya karena mie instant mengandung zat zat kimia dalam bumbunya dan mie-nya yang cukup berbahaya. Nah kalau kita sering makan mie instant zat-zat tersebut akan menumpuk dalam tubuh kita tanpa sempat dibuang.

Sampai saat ini belum kita jumpai satupun bahan makanan mi instan yang dibuat tanpa menggunakan bahan pengawet bukan. Belum lagi zat-zat kimia yang terdapat di dalamnya. Selalu wasapada, dan jagalah pola makan kita, karena segala macam penyakit berawal dari perut. Jika kita tidak mau menyayangi diri kita sendiri mustahil Tuhan akan menyayangi kita…..

Sumber http://ichamor.blogspot.com/2009/08/mie-makanan-beracun.html

Terbesar, Depkes Serap Stimulus Rp53,4 M

3

posted by | Posted in , | Posted on


 Sumber : okezone.com
JAKARTA - Departemen Kesehatan (Depkes) terbilang sukses dan paling besar menyerap anggaran stimulus fiskal di kementerian atau lembaga selama semester dua tahun ini.

"Realisasi penyerapan stimulus fiskal yang terbesar berada di Depkes sebesar Rp53,43 miliar atau 35 persen dari pagu indikatif Rp150 miliar," kata Dirjen Perbendaharaan Negara Herry Purnomo kepada wartawan di Gedung Depkeu, Jakarta, Jumat (21/8/2009).

Kemudian, penyerapan stimulus yang juga besar disusul Departemen Pekerjaan Umum (PU) 15,01 persen atau sebesar Rp990,868 miliar dari pagu Rp6,6 triliun. Kementerian Perumahan Rakyat 18,6 persen atau Rp74,3 miliar dari pagu Rp400 miliar.

Sementara penyerapan di Departemen ESDM mencapai 21,27 persen atau Rp106,349 miliar dari pagu Rp500 miliar. Lalu Departemen Perhubungan (Dephub) 12,54 persen atau Rp275,715 miliar dari pagu Rp2,2 triliun.

Kemudian penyerapan yang masih kecil dipegang oleh Departemen Perdagangan (Depdag) sebesar 3,95 persen atau Rp13,2 miliar dan UKM 8,02 persen atau Rp8 miliar, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) 4,30 persen atau Rp4,3 miliar, dan yang paling miris Deptan.

Herry menambahkan penyerapan stimulus fiskal akan terjadi lebih kencang pada Oktober dan November. Sehingga diharapkan pada Desember nanti stimulus bisa seluruhnya diserap. "Kalau melihat tren tahun kemarin, penyerapan akan dikejar Oktober, November, dan Desember," ungkapnya.

Dia pun tidak menampik masih lambatnya penyerapan stimulus sektor infrastruktur disebabkan kendala proses pengadaan barang. Di mana proyek fisik harus lewat proses tender sehingga berdasarkan info di lapangan, masih ada penyelesaian tanda tangan kontrak.

Menurutnya, bila persoalan tender bisa diselesaikan, maka bisa diambil muka di KPPN sebesar 20 persen dari pagu. Di samping satker perlu disiplin dalam proses pengadaan barang. (ade)

Penderita H1N1 di Indonesia Dekati Angka 1.000 Orang

10

posted by | Posted in ,

Posted from : depkes.go.id

Penderita H1No1 di Indonesia terus bertambah, bahkan mulai mendekati angka 1.000 orang. Terakhir, Pada tanggal 20 Agustus 2009, Badan Litbangkes Depkes melaporkan hasil konfirmasi laboratorium positif influenza A H1N1 sebanyak 18 orang. Dengan demikian secara kumulatif kasus positif influenza A H1N1 berjumlah 948 orang tersebar di 24 provinsi kata Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P (K), MARS, Dirjen P2PL Depkes.

Prof. Tjandra menjelaskan, penyakit influenza A H1N1 ditularkan melalui kontak langsung dari manusia ke manusia lewat batuk, bersin atau benda-benda yang pernah bersentuhan dengan penderita, karena itu penyebarannya sangat cepat namun dapat dicegah.

Cara yang efektif untuk mencegah yaitu menjaga kondisi tubuh tetap sehat dan bugar yakni makan dengan gizi seimbang, beraktivitas fisik/berolahraga, istirahat yang cukup dan mencuci tangan pakai sabun. Selain itu, bila batuk dan bersin tutup hidung dengan sapu tangan atau tisu. Jika ada gejala Influenza minum obat penurun panas, gunakan masker dan tidak ke kantor/sekolah/tempat-tempat keramaian serta beristirahat di rumah selama 5 hari. Apabila dalam 2 hari flu tidak juga membaik segera ke dokter, ujar Prof. Tjandra.

Upaya kesiapsiagaan tetap dijalankan pemerintah yaitu: penguatan Kantor Kesehatan Pelabuhan (thermal scanner dan Health Alert Card wajib diisi); penyiapan RS rujukan; penyiapan logistik; penguatan pelacakan kontak; penguatan surveilans ILI; penguatan laboratorium, komunikasi, edukasi dan informasi dan mengikuti International Health Regulations (IHR).

Disamping itu juga dilakukan community surveilans yaitu masyarakat yang merasa sakit flu agak berat segera melapor ke Puskesmas, sedangkan yang berat segera ke rumah sakit. Selain itu, clinical surveilans yaitu surveilans severe acute respiratory infection (SARI) ditingkatkan di Puskesmas dan rumah sakit untuk mencari kasus-kasus yang berat. Sedangkan kasus-kasus yang ringan tidak perlu dirawat di rumah sakit, tambah Prof. Tjandra.

Mentawai Diguncang Gempa, Depkes Dirikan 7 Posko Kesehatan

1

posted by | Posted in ,

Posted From : depkes.go.id 21 Aug 2009

Dari Dinas Kesehatan Kota Padang dan PPK Sub Regional Sumatera Barat diperoleh informasi bahwa pada tanggal 16 Agustus pukul 14.38 WIB telah terjadi gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat dengan magnitude 6,9 SR dan kedalaman 32 km. Pusat gempa terjadi di 43 km Tenggara Siberut Mentawai. Gempa terutama dirasakan di Kota Pdang dan Kab. Kepulauan Mentawai.

Hingga tanggal 17 Agustus 2009 pukul 06.00 WIB , telah terjadi sebanyak 11 kali gempa susulan dengan magnutude berkisar antara 5,0 – 6,1 SR dan kedalaman antara 10 – 21 km.

Akibat kejadian tersebut mengaibatkan 1 rumah roboh di Kota Padang dan 20 rumah rusak berat di Kecamatan Siberut Selatan Kab. Kep. Mentawai.

Tidak ada korban meninggal dunia. Korban luka berat sebanyak 1 orang di RSU Dr. Jamil, Padang. Tidak terjadi pengungsian dan tidak ada sarana kesehatan yang rusak.

Upaya yang dilakukan antara lain : evakuasi korban, mendirikan 7 Pos Kesehatan yaitu 5 di RSU Dr. Jamil, Padang dan 2 di RS. Yos Sudarso, Padang, memberikan pelayanan kesehatan, menyiagakan 1 unit mobil operasi klinik lapangan, menyiagakan 2 unit mobil MCK, melakukan pemantauan di lokasi bencana, dan berkoordinasi dengan instansi terkait.

Saat ini permasalahan kesehatan masih dapat diatasi oleh jajaran kesehatan setempat. Pemantauan tetap dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Padang, Dinas Kesehatan Kab. Kepulauan Mentawai, PPK Sub Regional Provinsi Sumatera Barat dan Pusat Penanggulangan Krisis Depkes.

Desa Siaga untuk Indonesia Sehat 2010

1

posted by | Posted in , | Posted on


Desa Siaga..!! Ini bukanlah konsep untuk melawan terorisme, melainkan konsep membangun desa sehat yang digagas oleh Menteri Kesehatan RI, Siti Fadhilah Supari. Desa siaga mengembangkan masyarakat agar mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam mengatasi masalah kesehatan. Konsepnya, sehat harus tumbuh dari masyarakat itu sendiri. Perilaku hidup sehat, hidup di lingkungan yang sehat serta tahu kemana harus minta bantuan atau harus merujuk bila ada masalah kesehatan yang dikembangkan secara berkelompok atau dalam satu keluarga.

Pengembangan desa siaga tidak hanya melalui pembentukan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) tetapi peningkatan pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat ikut memikirkan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan di wilayahnya. Contohnya adalah ‘jimpitan kesehatan’ berupa iuran sukarela mingguan berupa 1/4 kg beras untuk peningkatan gizi balita dalam pelayanan posyandu, fogging dan pengadaan obat murah yang dibagikan gratis bagi masyarakat yang kurang mampu.

Program desa siaga sudah berjalan beberapa tahun ini. Bertepatan dengan HUT RI ke-64, Menkes memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang telah berperan menjadikan desa mereka sebagai desa siaga. Para teladan tersebut berjumlah 33 orang tenaga medis (28 dokter umum dan 5 dokter gigi), 33 orang tenaga keperawatan, 33 orang tenaga pengelola gizi/nutrisionis dan 33 orang tenaga kesehatan masyarakat/sanitarian/penyuluh. Mereka berhak atas satu unit sepeda motor, satu unit laptop berikut printernya. (sumber: www.depkes.go.id, sumber gambar : blogdetik.com).

Waduh...16 Fakultas Kedokteran Belum Terakreditasi!

0

posted by | Posted in , | Posted on

Ilustrasi: "Fakultas kedokteran yang belum terakreditasi itu karena pendidikan kedokterannya baru dibuka atau ada syarat-syarat untuk akreditasi yang belum bisa dipenuhi. Namun, sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, profesi dokter yang diakui adalah yang program studinya sudah terakreditasi," tutur Fasli Jalal, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal
Sumber : kompas.com

Demi menjaga mutu dokter Indonesia, lulusan pendidikan kedokteran akan diperketat. Pada 2012, ijazah dokter hanya bisa dikeluarkan oleh pendidikan kedokteran yang sudah terakreditasi.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal dalam seminar dan lokakarya Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI) dan Teaching Hospital Expo III di Jakarta, Kamis (13/8), mengatakan, dari 69 pendidikan tinggi kedokteran, baru 53 yang terakreditasi. Adapun 16 fakultas kedokteran lainnya belum terakreditasi.

Untuk pendidikan kedokteran di perguruan tinggi negeri, sekitar 63 persen berakreditasi A, sedangkan di perguruan tinggi swasta umumnya berakreditasi B dan C.

”Fakultas kedokteran yang belum terakreditasi itu karena pendidikan kedokterannya baru dibuka atau ada syarat-syarat untuk akreditasi yang belum bisa dipenuhi. Namun, sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, profesi dokter yang diakui adalah yang program studinya sudah terakreditasi,” tutur Fasli Jalal.

Untuk pendidikan kedokteran yang belum terakreditasi, lanjut Fasli, akan diberi masa transisi. Jika untuk bisa memenuhi syarat akreditasi hanya perlu sekitar satu tahun, program studi kedokteran yang belum terakreditasi itu mesti diampu oleh pendidikan kedokteran dari perguruan tinggi lain yang berakreditasi A.
”Adapun untuk pendidikan kedokteran yang masih berakreditasi C dibantu oleh perguruan tinggi lain untuk bisa meningkatkan kualitasnya. Itu untuk menjaga mutu lulusan fakultas kedokteran kita,” ujar Fasli.

Jumlah dan Distribusi
Farid M Husain, Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, mengatakan, persoalan tenaga dokter umum dan spesialis di Indonesia menghadapi masalah dalam hal jumlah dan distribusinya. Sebanyak 70,5 persen dokter spesialis masih berpraktik di Pulau Jawa.

Demikian juga dokter umum, sebanyak 64 persen terkonsentrasi di Pulau Jawa. Hanya sebagian kecil dokter umum dan dokter spesialis yang berpraktik di luar Pulau Jawa. ”Pemerintah akan membantu dengan beasiswa untuk memperbanyak dokter spesialis, terutama untuk bisa memenuhi kebutuhan di luar Pulau Jawa,” kata Farid.

Tahun 2010 diharapkan ada 6.000 dokter yang bisa menjadi spesialis. Namun, sayangnya, pendaftar yang ada masih belum memenuhi syarat,” kata Farid. Dalam kaitan dengan rumah sakit pendidikan, diharapkan bisa menjadi tempat pembelajaran yang ideal bagi calon-calon dokter dalam mengembangkan ilmu dan memberi pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat. Untuk itu, kualitas rumah sakit pendidikan mesti ditingkatkan supaya bisa memenuhi standar yang sudah ditetapkan.

Ketua Umum ARSPI Sutoto mengatakan, rumah sakit pendidikan penting untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan kedokteran. Rumah sakit pendidikan diharapkan mempunyai keunggulan supaya bisa menjadi patokan pelayanan kedokteran di Indonesia.

Dokter PTT di Pelosok Maluku Tertembak Oknum TNI Iseng

4

posted by | Posted in , , , | Posted on


Keterlaluan..! iseng main pistol, seorang oknum TNI tanpa sengaja telah menghilangkan nyawa seorang dokter tidak tetap (PTT) departemen kesehatan yang sedang menjalankan tugas di pelosok Maluku. Namnya dr. Lidya Olivia Pieter (24 th), tertembak di tempat tugasnya Puskesmas Kanibal Seram Bagian Barat, Maluku tanggal 12 Agustus 2009.

Sumber resmi Departemen Kesehatan RI menyebutkan dr. Lidya Olivia Pieter adalah dokter PTT yang ditugaskan di Puskesmas Kanibal sejak 1 April 2009. Hari itu, 12 Agustus pk. 13.30 waktu setempat, dr. Lidya sedang istirahat di tempat tugasnya, tiba-tiba datang seorang oknum TNI memainkan pistol, tetapi tanpa disengaja pistol meletus mengenai bahu dr Lidya dan akhirnya meninggal dunia.

Saking pelosoknya, proses evakuasi jenazah harus dilakukan dengan bergonti-ganti kendaraan. Dari Puskesmas Kanibal melalui jalan darat ke Pendopo Kabupaten Seram Bagian Barat. Dari pendopo Kabupaten Seram, jenazah dibawa ke Ambon menggunakan kapal feri. Baru setelah dia Ambon jenazah diterbangkan menuju Jakarta menggunakan pesawat.

Menteri Kesehatan RI, Siti Fadhilah Supari menyebutnya sebagai pahlawan kesehatan sekaligus memberikan penghargaan atas jasa dan pengorbanannya berupa piagam penghargaan Lencana Ksatria Bakti Husada Arutala serta uang duka kepada orang tua korban.

Meski disebutkan iseng, namun kejadian ini tetap harus diusut tuntas sesuai hukum yang berlaku. Sekaligus menjadi pelajaran bagi aparat keamanan dan atau siapapun untuk tidak bermain-main dengan senjata api. Apalagi sampai merenggut nyawa seorang dokter yang sedang menjalankan tugas mulia jauh di pelosok negeri ini. Terlalu murah nyawa para pelayan masyarakat ini dibandingkan ulah iseng. Sekali lagi, keterlalun...!! (Sumber Foto: waspada.co.id)

Demi Jaga Mutu, Dikti Perketat Lulusan Dokter

0

posted by | Posted in ,

Sumber : kompas.com

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas Fasli Jalal dalam acara seminar dan lokakarya Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indoneisa (ARSPI) dan Teaching Hospital Expo III di Jakarta, Kamis (13/8), mengatakan, dari 69 pendidikan tinggi kedokteran, baru 53 yang terakreditasi. Untuk pendidikan kedokteran di perguruan tinggi negeri, sekitar 63 persen berakreditasi A, sedangkan di perguruan tinggi swasta umumnya berakreditasi B dan C.

“Yang belum terakreditasi itu karena pendidikan kedokterannya baru dibuka atau ada syarat-syarat untuk akreditasi yang belum bisa dipenuhi. Tetapi sesuai amanat PP No 19/2005 tentang standar nasional pendidikan, profesi dokter yang diakui yang program studinya sudah terakreditasi,” jelas Fasli.

Untuk pendidikan kedokteran yang belum terakreditasi akan diberi masa transisi. Jika untuk bisa memenuhi syarat akreditasi hanya perlu sekitar satu tahun, program studi kedokteran yang belum terakreditasi itu mesti diampu oleh pendidikan kedokteran dari perguruan tinggi lain yang berakreditasi A.

“Adapun untuk pendidikan kedokteran yang masih berakreditasi C dibantu oleh perguruan tinggi lain untuk bisa meningkat kualitasnya. Itu untuk menjaga mutu lulusan dokter kita,” ujar Fasli.

Farid M Husain, Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, mengemukakan, persoalan tenaga dokter umum dan spesialis di Indonesia menghadapi masalah dalam hal jumlah dan distribusinya. Sebanyak 70,5 persen dokter spesialis masih berpraktik di Pulau Jawa. Demikian juga dokter umum, sebanyak 64 persen terkonsentrasi di Pulau Jawa.

“Pemerintah akan bantu dengan beasiswa untuk memperbanyak dokter spesialis, terutama untuk bisa memenuhi kebutuhan di daerah luar Jawa. Tahun 2010, diharapkan ada 6.000 dokter yang bisa jadi spesialis. Tetapi sayangnya, pendaftar yang ada masih belum memenuhi syarat untuk bisa mensukseskan program itu,” kata Farid.

Dalam kaitan dengan RS pendidikan, diharapkan bisa jadi tempat pembelajaran yang ideal bagi calon-calon dokter dalam mengembangkan ilmu dan memberi pelayanan yang memuaskan pada masyarakat. Untuk itu, kualitas RS pendidikan pun mesti ditingkatkan supaya memenuhi standar-standar yang sudah ditetapkan.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Rumah ARSPI Sutoto mengatakan, RS pendidikan penting untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan kedokteran. RS pendidikan diharapkan punya keunggulan supaya bisa jadi benchmark pelayanan kedokteran di Indonesia.

Penyakit Menular Era Kolonial

3

posted by


Tahun 1655 : Penyakit Kusta. Tidak diketahui asal mula penyakit ini. Yang pasti tahun 1655 Pemerintah Hindia Belanda telah mendirikan tempat penampungan (pengasingan) bagi para penderita kusta. Namun, 200 tahun kemudian pemerintah Hindia Belanda menyatakan penyakit kusta tidak menular dan para penderitanya tidak perlu diasingkan.

Tahun 1804 : Penyakit Cacar. Virus berasal dari Prancis, berkembang di Batavia dibawa oleh para anak budak belian.

Tahun 1821 : Penyakit Kolera. Penyakit Kolera mulai dikenal pada tahun 1821. Penyakit ini termasuk penyakit sangat akut. Namun sampai dengan tahun 1860, sifatnya yang menular atau tidak, masih diperdebatkan. Setiap kali kolera mewabah, maka vaksinansi massa dan penyuluhan higiene akan diadakan. Tahun 1911, vaksin kolera mulai dibuat oleh Nyland. Meski vaksin sudah diproduksi, sampai dengan tahun 1920, penyakit kolera tetap mewabah setiap tahun. Antara tahun 1920 – 1927 tidak ada laporan wabah. Wabah terakhir terjadi di Tanjung Priok pada tahun 1927.

Tahun 1882 : Penyakit Malaria. Pemerintah Hindia Belanda baru menemukan bahwa penyakit malaria di Indonesia menular melalui nyamuk. Sebelum itu penyakit malaria dianggap gangguan roh jahat semacam orang kesurupan.

Tahun 1911 : Penyakit Pes/Sampar. Pertama ditemukan di daerah Malang Jawa Timur, dan terus menyebar ke Kediri, Blitar dan Tulungagung. Pemerintah Hindia Belanda mencanangkan program ‘perang melawan tikus’

Tahun 1917 : Penyakit Tuberkulosis. Penyakit ini sebetulnya sudah lama berjangkit di Indonesia. Namun, karena jumlah penderitanya tidak massal, baru tahun 1917, pemerintah memberikan perhatian khusus kepada penderitanya. Dibentuk suatu panitia khusus, yang bertugas menyelidiki jumlah penduduk pribumi yang menderita penyakit tuberkulosis dan paru-paru.

Tahun 1920 : Penyakit Patek. Penyakit ini sudah mewabah lama dan dianggap sebagai penyakit rakyat, karena mayoritas penderitanya adalah rakyat jelata. Tahun 1920 pemerintah Hindia Belanda melakukan pengobatan massal dengan menyuntikkan obat neosalvarsan dan terbukti ampuh. Dilaporkan seminggu sekali para penderita patek berkumpul di alun-alun dan berjajar antri untuk disuntik.

Tahun 1924 : Penyakit Cacingan. Awalnya, di Hindia Belanda, ketika ada anak balita yang tubuhnya kurus kering diidentikkan dengan kurang makan atau kurang gizi. Namun, setelah diketahui tidak sedikit anak priyayi Jawa juga banyak yang juga kurus, akhirnya diselidiki. Ternyata diketahui mereka mengidap cacing. Pada tahun 1924-1939, dr. J. L. Hydrick dari Rockefeller Foundation mempropagandakan pemberantasan penyakit cacingan di Hindia Belanda.

Tahun 1926 : Penyakit Trachoma. Antara tahun 1926 – 1928, dilakukan penyelidikan prevalensi trachoma. Hasilnya, ditemukan beberapa daerah terjangkit, yang menjadi sarang penyakit tersebut. Berdasarkan temuan tersebut, pada tahun 1928 mulai diadakan pemberantasan penyakit Trachoma di daerah Tegal. Di tahun 1932, tercatat 16 poliklinik mata di Kabupaten Tegal dan Pemalang.

Sumber utama : http://www.pppl.depkes.go.id/images_data/SEJARAH%20PP-PL.pdf

Depkes Jajaki Sosialisasi DBD Lewat SMS

2

posted by | Posted in , | Posted on


Hari Rabu kemarin (05/08/09) Menkes Dr.dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) menyaksikan penandatangan kerja sama antara Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Depkes Prof. dr.Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K).MARS dengan Direktur Utama PT. Telkomsel Sarwoto Atmosutarno di Kantor Departemen Kesehatan, Jakarta. Kerjasama tersebut terkait dengan Program “Perlindungan Keluarga dengan Kasih Sayang (Peluk Asa) “Perang Melawan Demam Berdarah”. Program ini secara garis besar akan diselenggarakan selama tiga tahun. Pada tahun pertama akan melakukan metode uji coba pada 14 Kabupaten/Kota yang memiliki kasus Demam Berdarah relatif tinggi yaitu Medan, Bandar Lampung, DKI Jakarta, Depok, Bekasi, Cimahi, DIY, Surabaya, Mataram, Balikpapan, Menado, Makassar dan Sorong.

Dalam sambutannya Menkes menyambut baik kerjasama ini, karena kemitraan ini penting dan strategis. Penting karena Departemen Kesehatan memerlukan mitra dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan, karena tidak mungkin dapat mengatasi sendiri masalah tersebut. Strategis karena substansi kerjasama ini akan dapat mempercepat peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mewujudkan hidup sehat. Produk kerjasama ini berupa informasi atau pesan kesehatan yang dapat disebar-luaskan melalui media elektronik dan dapat diakses oleh semua pengguna Telkomsel.
Upaya yang dikemas dalam bentuk “Peluk Asa” ini merupakan bagian dari aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR) yang tentunya perlu didukung sehingga materi yang disajikan atau ditayangkan dapat sejalan dengan visi dan misi Departemen Kesehatan. Dengan demikian, diharapkan program edutainment “Peluk Asa” dapat mengurangi kejadian DBD, serta meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat dalam membangun upaya kesehatan berbasis masyarakat, ujar Menkes.

Menkes berharap, kerjasama dengan Telkomsel yang berawal memerangi Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui peningkatan kesadaran masyarakat, selanjutnya diperluas dengan upaya mencegah penyakit, menjaga, memelihara untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia yang cenderung menyebar luas dan berpotensi menjadi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB). Sebagai contoh wilayah DKI Jakarta, sepanjang tahun 2009 kasus DBD tertinggi pada bulan April sebanyak 4.261 penderita, dengan tiga orang meninggal. Sedangkan kasus kematian tertinggi akibat DBD di sepanjang tahun 2009 ini pada bulan Januari dengan delapan kasus kematian dari 3.130 penderita. Hingga Juli 2009 ini berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, total penderita DBD di seluruh wilayah DKI Jakarta adalah 22.609 orang dengan 31 kematian, tambah Menkes.

Menkes mengingatkan, upaya pemberantasan penyakit DBD harus terintegrasi mulai dari pencegahan, penemuan penderita, pengamatan penyakit, penyelidikan epidemiologi, penanggulangan, dan penyuluhan kepada masyarakat. Selain itu, dilakukan pula penggerakan masyarakat melalui program 3M Plus (Menutup wadah penampungan air, Mengubur atau membakar barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan Menguras atau mengganti air di penampungan air). Serta menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk oles, menggunakan kelambu saat tidur dan menaburkan bubuk abate.

Untuk itu, langkah yang perlu dilakukan masyarakat adalah membiasakan diri menjaga sanitasi lingkungan dan tempat tinggal tetap bersih dan sehat. Hal ini merupakan kunci dalam pengendalian terhadap bahaya demam berdarah, ujar dr. Siti Fadilah.

Meskipun informasi tentang penyebab dan cara pencegahan sudah disosialisasikan kepada masyarakat, tetapi sampai saat ini angka kesakitan dan kematian akibat DBD masih relatif tinggi. Diharapkan kerjasama dengan Telkomsel dapat mendorong terbentuk sukarelawan yang berasal dari tokoh masyarakat untuk membimbing, mendampingi dan mengaktifitasi masyarakat untuk mandiri menolong dirinya sendiri, tambah Menkes.

Menkes mengakui, betapa kuatnya peran SMS dalam kehidupan masyarakat, maka dimasa mendatang kerjasama lebih ditingkatkan lagi, khususnya dalam mem-broadcast pesan-pesan kesehatan melalui SMS, dalam upaya meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ditengah masyarakat.

Menkes Lantik 8.300 Pemuda Siaga Bencana

2

posted by | Posted in , ,

Posted from : depkes.go.id
Hari Selasa (04/08/09) Menkes Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) mengukuhkan 8.300 anggota Pemuda Siaga Peduli Bencana (Dasipena) DKI Jakarta di lapangan IRTI Monas, Jakarta Pusat. Anggota Dasipena DKI Jakarta berasal dari 5 wilayah dan Kabupaten Kepulauan Seribu. Hadir dalam acara tersebut Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Wali Kota 5 wilayah, Bupati Kep.Seribu, para Rektor Universitas, para Alim Ulama dan Tokoh Masyarakat DKI Jakarta, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, serta Muspida setempat. Dengan diresmikannya Dasipena DKI Jakarta ini, kini telah terbentuk 7 Dasipena yaitu: Sulsel, Jateng, Jatim, Bali, Jabar, Kalsel dan DKI Jakarta.

Menkes dalam sambutannya menyatakan, pembentukan Dasipena merupakan kebutuhan yang mendesak mengingat Indonesia rawan bencana baik bencana alam, bencana karena ulah manusia maupun kedaruratan kompleks.
Kesempatan terbaik untuk menyelamatkan jiwa korban bencana adalah pada saat-saat pertama setelah bencana terjadi. Melalui Dasipena inilah komponen pemuda yang terdiri dari mahasiswa, pemuda pesantren, saka bakti husada, pecinta alam, pemuda partai serta organisasi kepemudaan lainnya ditingkatkan kapasitasnya dengan pelatihan pertolongan pertama pada korban cidera serta dasar-dasar penanggulangan bencana.

Dengan terbentuknya Dasipena, keberadaan mereka sangat tepat dan strategis sehingga menjadi faktor kunci dalam penyelamatan jiwa dan mengurangi penderitaan para korban bencana. Diharapkan Dasipena menjadi salah satu bagian tim kesehatan pertama yang akan dimobilisasi selama masa tangap darurat. Dasipena akan mendukung pelayanan kesehatan setempat dalam penanganan korban secara cepat dan memadai, ujar Menkes.

Menkes mengharapkan gubernur, bupati/walikota, kepala dinas kesehatan beserta aparat kesehatan lainnya, terutama daerah yang rawan bencana untuk selalu waspada dan mensiagakan tim reaksi cepat kesehatan yang tanggap sehingga dapat membantu masyarakat secara cepat dan tepat. Hal ini semakin dimudahkan dengan terbentuknya Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Regional sejak Desember 2006 di 9 provinsi. Pembentukan PPK Regional DKI Jakarta bertujuan untuk mendukung penanggulangan krisis di wilayah Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan Barat, tambah Menkes.

Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Depkes, sepanjang tahun 2006 sampai dengan bulan Juni 2009 terjadi peningkatan frekuensi kejadian bencana. Pada tahun 2006 terjadi 162 kali kejadian bencana, tahun 2008, 456 kali kejadian bencana; dan tahun 2009 sampai dengan Juni tercatat 204 kali kejadian. Sedangkan jumlah korban akibat bencana tahun 2006 tercatat korban meninggal 7.618 orang, tahun 2007; 766 orang, tahun 2008; 337 orang dan tahun 2009 sampai bulan Juni sebanyak 233 orang.

Korban meninggal akibat bencana dari tahun ke tahun dapat diminimalisir, hal ini dimungkinkan karena upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah beserta segenap jajaran kesehatan dan peran serta masyarakat sudah semakin baik, ujar dr. Siti Fadilah.

Menurut Menkes, Depkes selalu memantau setiap kejadian bencana yang berdampak pada masalah kesehatan dan memberikan dukungan sepenuhnya untuk merespons dengan cepat, tepat dan efisien.

Dalam hal penanggulangan bencana, pemerintah Indonesia telah menjadikan upaya kesiapsiagaan bencana sebagai prioritas nasional yang diwujudkan dalam Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencana (disaster risk reduction). Di tingkat global metode penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana, melalui WHO disepakati menjadi acuan internasional, ujar Menkes.

Ditambahkan, upaya kesiapsiagaan yang telah dilakukan diantaranya meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui berbagai pelatihan bertaraf nasional dan internasional dan bersifat manajemen maupun teknis medis.

Pelatihan nasional berupa pelatihan manajemen bencana, rencana kontijensi, emergency nursing, advanced trauma life support (ATLS), advanced cardiac life support (ACLS), manajemen obat dan persediaan farmasi, radio komunikasi, RS lapangan, evakuasi korban bencana di perairan dan operasionalisasi perahu karet serta pelatihan RHA (rapid health assessment). Sedangkan pelatihan internasional yang telah dilakukan yaitu international training consortium on disaster risk reduction (konsorsium internasional pelatihan pengurangan risiko bencana) di Makassar, Yogyakarta dan Surabaya. Total petugas yang telah dilatih selama kurun waktu tahun 2006 – 2008 sebanyak 4.513 orang. Tahun 2009 ini, masih terus dilakukan pelatihan-pelatihan bagi petugas, bahkan pelatihan bencana bagi para wartawan, tambah Menkes.

Dasipena ke-1 diresmikan di Makassar, Sulawesi Selatan tanggal 5 Mei 2008 dengan melatih 1.600 orang, Dasipena ke-2 di Semarang, Jawa Tengah tanggal 31 Juli 2008 dengan melatih 4.500 orang, Dasipena ke-3 di Surabaya, Jawa Timur tanggal 19 Agustus 2008 dengan melatih 5.000 orang, Dasipena ke-4 di Denpasar, Bali tanggal 14 Oktober 2008 dengan melatih 1500 orang, Dasipena ke-5 di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 20 Desember 2008 dengan melatih 2.000 orang dan Dasipena ke-6 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan tanggal 31 Desember 2008 dengan melatih 2.000 orang.

Saat ini tercatat 4 wilayah lagi yang sudah siap dikukuhkan yaitu Manado, Sulawesi Utara, Palembang, Sumatera Selatan, Medan, Sumatera Utara dan Banda Aceh, NAD. Total petugas Dasipena mencapai 28.300 orang.

Selain itu, bangsa ini juga sedang menghadapi pandemi influenza A H1N1. Kasus positif influenza A H1N1 secara kumulatif sampai tanggal 2 Agustus 2009 sebanyak 561 kasus, dengan rincian laki-laki 308 orang, perempuan 253 orang dan meninggal 1 orang. Kasus influenza A H1N1 ini ditemukan di 18 provinsi yaitu: DKI Jakarta, Bali, Banten, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Tengah dan Lampung, tambah Menkes.

MUI : Imunisasi Halal

4

posted by | Posted in , ,

Imunisasi merupakan upaya medis untuk mencegah terjadinya suatu penyakit. Dalam agama Islam, imunisasi sah menurut hukum (absah secara syar’i) sehingga masyarakat tidak perlu ragu untuk melakukan imunisasi sepanjang materi atau bahan yang digunakan tidak berupa unsur yang haram. Demikian disampaikan Dr. H.M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Seminar yang diprakarsai Studi Islam Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Senin, 3 Agustus 2009, di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta.

Program imunisasi terbukti menurunkan angka kesakitan dan kematian karena infeksi pada bayi secara drastis. Namun, sering ada pendapat salah tentang imunisasi yang menimbulkan keraguan dan penundaan, bahkan penolakan. ”Padahal penundaan atau penolakan imunisasi akan membawa risiko terkena infeksi bagi anak bersangkutan”, kata dr. Hartono Gunardi, Sp. A (K) dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Dengan makin banyak bayi atau anak yang mendapat imunisasi, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi makin jarang terlihat. Di lain pihak, rasa ketakutan kepada efek samping vaksinasi yang berlebihan menjadi lebih dominan dibandingkan ketakutan terhadap penyakitnya, kata Prof. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp. A (K), Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia.

”Selama ini banyak persepsi yang salah tentang imunisasi dimata masyarakat. Mulai dari imunisasi menyebabkan anak menjadi demam, imunisasi itu berbahaya, bisa menyebabkan kesakitan dan bahkan kematian. Pendapat itu tidak benar sama sekali. Vaksin yang diberikan dalam imunisasi merupakan produk yang sangat aman. Hampir semua efek samping vaksin bersifat ringan (minor) dan sementara seperti pegal di lengan atau demam ringan. Berdasarkan hasil penelitian Institute of Medicine tahun 1994 menyatakan bahwa risiko kematian akibat imunisasi adalah amat rendah”, ujar dr. Hartono.

” Pendapat yang salah tentang imunisasi perlu diketahui dan diantisipasi agar pemberian vaksin terhadap anak tetap berjalan dengan baik”, tambah dr. Hartono.

Anak harus mendapat imunisasi karena dua alasan, yaitu anak harus dilindungi dan imunisasi dapat melindungi anak-anak di sekitarnya yang tidak mendapatkan imunisasi apabila cakupan imunisasi tinggi, kata dr. Hartono.

Anggapan bahwa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sudah tidak ada di negara kita sehingga tidak perlu imunisasi, juga tidak benar. ” Angka kejadian sejumlah penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi telah menurun drastis di Indonesia. Namun, pelancong (wisatawan) dapat membawa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti polio, campak, hepatitis B dan lain-lain serta menimbulkan wabah di Indonesia, tambah dr. Hartono.

Cegah Infeksi.

Apabila anak mendapat vaksinasi, 80-95 persen akan terhindar dari infeksi berat dan ganas. Makin banyak bayi atau anak mendapatkan imunisasi, kian berkurang penularan penyakit sehingga menurunkan angka kesakitan dan kematian, ujar Prof. Sri Rezeki.

Program imunisasi di Indonesia diselenggarakan sejak tahun 1956, yaitu dengan pemberian imunisasi cacar. Selanjutnya pada tahun 1973 dimulai pemberian imunisasi BCG, diikuti pemberian imunisasi TT pada ibu hamil pada tahun 1974 dan imunisasi DPT untuk bayi pada tahun 1976. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi diperluas sesuai dengan anjuran WHO sebagai upaya global dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B.

Imunisasi rutin diberikan kepada bayi 0-11 bulan, anak sekolah, dan ibu hamil serta calon pengantin wanita. Pelayanan imunisasi rutin dapat dilaksanakan di beberapa tempat, antara lain Puskesmas/Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit, klinik KIA, dan praktek dokter/bidan swasta.

Penyelenggaraan program imunisasi di Indonesia mengacu pada kesepakatan internasional The Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2003 yang meliputi target ke-4 tentang penurunan angka kematian anak, dengan salah satu indikatornya adalah mereduksi kematian akibat campak pada anak usia <5 tahun menjadi dua pertiga pada tahun 2015 dibanding kondisi tahun 1990.

Menkes: Bantu Depkes, Depdiknas Sudah Kaya

4

posted by | Posted in , | Posted on

Sumber : kontan.co.id

JAKARTA. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari masih kecewa dengan alokasi anggaran yang diterima Departemen kesehatan dalam APBN 2010. Saat berpidato dalam acara penandatanganan MoU kerjasama Telkomsel dengan Depkes, Menkes meminta Dirut Telkomsel agar sering membantu departemennya. "Kalau CSR, jangan bantu Depdiknas lagi, bantu Depkes saja. Pendidikan sudah kaya-kaya," tukasnya di Kantor Depkes, Rabu (5/8).

Menkes menyatakan, di seluruh dunia, biasanya anggaran departemen kesehatan memperoleh porsi terbesar dari total anggaran negara. Namun di Indonesia, Depkes hanya mendapat jatah Rp 20,8 triliun. "Hanya 10% dari APBN," keluhnya.

Padahal, peningkatan kesehatan masyarakat sangatlah penting. Ia mencontohkan, di wilayah Indonesia timur, masih banyak anak-anak yang kekurangan gizi, dan dalam kondisi kritis. Karenanya, ia meminta berbagai pihak agar membantu pembangunan kesehatan. "Harusnya nomor satu sehat dulu, baru bisa mikir (sekolah). Sekarang gaji guru malah lebih besar dari bidan dan dokter," ucapnya.

Depkes Fokus Turunkan Kematian Ibu dan Anak

3

posted by | Posted in , ,


Sumber : ictwomen.com
 
Departemen Kesehatan akan memfokuskan belanja anggaran pada dua hal. Salah satunya penurunan angka kematian ibu dan anak.

Seperti diberitakan, Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) Indonesia masih tertinggi di Asia. Tahun 202 kematian ibu melahirkan mencapai 307 per 100.000 kelahiran. Angka ini 65 kali kematian ibu di Singapura, 9,5 kali dari Malaysia. Bahkan 2,5 kali lipat dari indeks Filipina. Tingkat kematian ibu merupakan indikator utama yang membedakan suatu negara digolongkan sebagai negara maju atau negara berkembang.

Selain itu, lanjut Siti, Pemerintah juga akan memfokuskan anggaran pada pengobatan rakyat dan penanggulangan bencana.

"Anggaran Depkes tahun ini Rp 20 triliun lebih," kata Siti dalam pidato pertanggungjawabkan RAPBN  2010. Jumlah anggaran itu, naik Rp 3 triliun dari anggaran Depkes tahun lalu.